Page 115 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 115

DINAMIKA DALAM KEBERAGAMAN:
                        JEPANG, ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI  (1942-1945)

                    Belajar  dari  kasus  Tiga  A,  maka  Jepang  menyusun  satu  organisasi  baru
            yang  lebih  sesuai  dengan  harapan  kaum  nasionalis,  namun  di  pihak  lain  juga
            mampu menunjang kepentingan-kepentingannya. Maka dibentuklah Pusat Tenaga
            Rakyat,  yang  biasa  disingkat  dengan  "Putera"  pada  Maret  1943.  Versi  Indonesia
            dari  organisasi  ini  berbeda  dengan  nama  aslinya  dalam  bahasa  Jepang  "Jawa
                                                                        67
            minshū sōryoku keshū undō" (Gerakan bagi Mobilisasi Total Rakyat Jawa).  Adapun
            pucuk  pimpinannya  biasa  disebut  dengan  "Empat  Serangkai",  yakni  Ir.  Sukarno
            (dijuluki "Pemimpin Besar"), Drs. Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara serta K.H.
            Mas Mansoer.  Perlu  dicatat, bahwa Putera bukan  organisasi massa,  karena  tidak
            diijinkan merekrut anggota dan perbedaan penting dari Tiga A adalah, organisasi ini
            diperuntukkan  bagi  golongan  pribumi  saja.  Untuk  golongan  Tionghoa  dan  etnik
            minoritas  keturunan  asing  lainnya  didirikan  perkumpulan  masing-masing.  Dalam
            aktivitasnya, selain memiliki berbagai departemen --mulai dari Kesejahteraan, Olah
            Raga,  Kebudayaan  dan  Perempuan--  Putera  juga  melakukan  beragam  aktivitas
            guna  memperkuat  ekonomi  kerakyatan,  misalnya  mengajarkan  pembuatan
            komoditas bernilai jual, seperti sabun. Putera juga mengadakan penjualan barang-
                                     68
            barang murah, misalnya beras.
                    Di  tengah  ketatnya  peratuan  Putera,  misalnya  tidak  boleh  merekrut
            anggota,  namun  kaum  nasionalis,  khususnya  Sukarno,  melihat  adanya  peluang
            emas yang bisa dimanfaatkan bagi kepentingan kebangsaan. Jepang mengizinkan
            Sukarno selaku "Pemimpin Besar Putera" untuk berkeliling ke berbagai wilayah di
            Jawa untuk berpidato, di depan sebanyak 50,000 hingga 100,000 audiens. Jepang
            juga  menyediakan  "fasilitas"  transportasi  dan  corong  radio  bagi  bakal  presiden
                                           69
            pertama Republik Indonesia tersebut.
                    Antusiasme rakyat dalam menyambut Putera serta kaum nasionalis yang
            memanfaatkannya  untuk  mencapai  tujuan  mereka,  telah  menjadikan  Jepang
            khawatir atas organisasi bentukannya ini. Untuk itu Putera dibubarkan dan diganti
            dengan Jawa Hokokai (biasa disingkat Hokokai) yang didirikan 1 Maret 1944 (lihat
            gambar 6). Maksud didirikannya Hokokai ini ialah membentuk suatu organisasi di
            belakang garis pertempuran yang berdasarkan pada "persaudaraan segala bangsa"
            di tanah Jawa dengan semangat "kebaktian". Maka nama Indonesia perkumpulan
            ini adalah "Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa". Namun tujuan sebenarnya Jepang
            adalah  memaksimalkan  mobilisasi  berbagai  bentuk  sumber  daya  dan  dana  dari
            masyarakat,  mengingat  posisinya  yang  sudah  terdesak  di  berbagai  front
            pertempuran.  Keanggotaan  Hokokai  terbuka  untuk  "segala  bangsa",  mulai  dari
            Pribumi, Tionghoa, Arab dan Indo Eropa.





                                             106
   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120