Page 119 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 119

DINAMIKA DALAM KEBERAGAMAN:
                        JEPANG, ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI  (1942-1945)

                   78
            terbang.  Di  saat  kekalahan  nampak  jelas,  balatentara  Jepang  memerintahkan
            pengumpulan permata dan barang-barang berharga lainnya sejak Desember 1944.
            Menurut penelitian Twang, “dari kampanye pengumpulan [perhiasan] di berbagai
            wilayah Asia Tenggara, jumlah yang dikumpulkan di Jawa adalah yang tertinggi di
            seluruh wilayah ini dan berjumlah total lebih dari 30 juta gulden”.  Jumlah yang
                                                                    79
            fantastis ini terkumpul dari golongan Indonesia dan Tionghoa.
                    Ada satu hal yang belum banyak diketahui, bahwa golongan Tionghoa juga
            memberikan  sumbangan  yang  cukup  besar  untuk  biaya  operasional  berbagai
                                                                      80
            kesatuan militer Indonesia, seperti Tentara PETA (Pembela Tanah Air)  dan Heiho
            (Pasukan  Pembantu  Prajurit  Jepang).  Golongan  Tionghoa  juga  menyumbang
            keluarga  anggota  organisasi  kemiliteran,  rômusha  (pekerja  paksa),  bahkan  juga
                                                                  81
            membantu organisasi Islam serta surat kabar terbesar, Asia Raya.  Tugas lain yang
            kontroversial untuk HCCH, adalah menyediakan “wanita penghibur” (jûgûn ianfu)
            guna  pemuas  nafsu  serdadu  Jepang.  Keterlibatan  orang-orang  Tionghoa  dalam
                                           82
            perekrutan  wanita  penghibur  untuk  Jepang  di  Blitar,  telah  menyebabkan
            terbunuhnya beberapa orang Tionghoa dalam pemberontakan batalyon PETA yang
                                        83
            legendaris di bulan Februari 1944.  Berbagai macam eksploitasi material dan non-
            material tersebut menunjukkan, bahwa posisi sebagai “minoritas perantara” yang
            tergantung  kepada  sang  penguasa  tidak  menyisakan  banyak  pilihan,  kecuali
            menuruti apa yang diperintahkan oleh sang tuan. Harga yang harus dibayar cukup
            mahal,  dan  dipihak  lain  malahan  menambah  besar  kebencian  atas  mereka  dari
            golongan mayoritas.

            Propaganda Jepang untuk Menarik Simpati Tionghoa

            Seiring dengan makin "patuhnya" golongan Tionghoa, maka mereka tidak dianggap
            sebagai "musuh" Nippon lagi, termasuk oleh Kenpeitai. Dalam pandangan Jepang,
            berbagai  bentuk  bantuan  yang  diberikan  oleh  golongan  Tionghoa  (khususnya
            sumbangan  materi)  tanpa  banyak  bicara  (karena  terpaksa),  dapat  dipandang
            sebagai bukti "kepatuhan" mereka. Dalam suatu rapat HCCH di awal tahun 1944
            yang  dihadiri  oleh  pembesar  Jepang,  seorang  pembesar  sendenbu  (propaganda)
            Yogyakarta menyatakan:

                    "…Sejak Dai Nippon mendarat di Jawa, Bangsa Tionghoa selalu membantu
                    Dai  Nippon.  Bantuan  itu  supaya  diteruskan  dengan  bersatu  bekerja
                    bersama-sama dengan bangsa Indonesia dan balatentara, baik di lapangan





                                             110
   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124