Page 123 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 123
DINAMIKA DALAM KEBERAGAMAN:
JEPANG, ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI (1942-1945)
prihatin atas kondisi yang menimpa anak-anak Tionghoa yang tidak bisa
mendapatkan pendidikan. 101 Dia mempunyai ide untuk membuka lagi sekolah
Tionghoa di Yogyakarta dan mendatangi berbagai macam kantor Jepang. Rupanya
untuk merealisasikan ide tersebut cukup sulit dan menemui banyak hambatan.
Setelah lebih kurang enam bulan, barulah ijin pembukaan sekolah tersebut bisa
keluar disertai dengan beberapa syarat: (i) Tiap pagi sekolah harus mengibarkan
bendera kebangsaan Jepang Hinomaru dan menghormatinya (dengan jalan
membungkukkan badan) (ii) bersedia mengajarkan dan menyanyikan lagu-lagu
Jepang, termasuk Kimigayo (lagu kebangsaan Jepang) (iii) pelajaran bahasa
Tionghoa yang diajarkan harus disertai dengan pelajaran bahasa Jepang (iv)
melakukan senam ala Jepang (taiso).
Adapun kondisi pendidikan dasar Tionghoa antara tahun 1942 dan 1945 di
beberapa wilayah Jawa dapat dilihat dalam tabel 2. Sayang data yang bisa
diperoleh kurang memuaskan, namun nampak bahwa jumlah siswa di sekolah
dasar Tionghoa mengalami peningkatan yang pesat.
Sekolah Dasar Tionghoa di Beberapa Wilayah Jawa (1942-1944)
Tanggal Lokasi Sekolah Tionghoa Catatan
Sekolah Murid Guru
Oktober Bandung 4 ± 1,450 78 Pada pertengahan 1943,
1942 keempat sekolah ini memiliki
± 1,700 murid dan ± 96 guru
Maret Jakarta -- 7,995 --
1943
Juli 1943 Kasultanan 6 1,782 44
Yogyakarta
Awal Kasunanan 16 -- --
1944 Surakarta dan
Mangkunegar
an
Sumber: Didi Kwartanada, ‘The Road to Resinification: Education for the Chinese during the Japanese
Occupation’, dalam Peter Post et al. (eds), Encyclopedia of Indonesia in the Pacific War (Leiden: E.J. Brill),
h. 333.
114