Page 122 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 122
HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH
pada adat istiadatnya dan tidak dibiarkan merusak atau menelantarkan apa yang
terjadi tinggalan leluhurnya". Akan tetapi diingatkan pula bahwa perayaan
93
tersebut jangan dilakukan dengan keramaian atau kesenangan lahiriah, karena saat
itu balatentara Nippon sedang berperang untuk membebaskan bangsa Asia –
termasuk Tionghoa-- dari penindasan Imperialisme Barat. Untuk itu diucapkanlah
terimakasih pada balatentara Dai Nippon pada perayaan "tahun baru Imlek
94
pertama dalam suasana baru" tersebut.
Acara kesenian tradisional Tionghoa berupa arak-arakan barongsai (atau
juga disebut liang-liong) sering sekali ditampilkan dalam acara-acara resmi,
misalnya pada saat kedatangan pembesar Jepang. Dalam acara peringatan setahun
pecahnya perang Pasifik (hari raya Ko A Sai), arak-arakan besar liang-liong adalah
satu di antara para peserta pawai yang sangat meriah. Kembali arak-arakan liang-
95
96
liong ikut tampil dalam acara setahun pendudukan Jepang di Jawa (Maret 1943).
Demikian juga film-film dari "Tiongkok baru" (rezim Wang Ching-wei) yang
merupakan "sekutu" Jepang, banyak di-putar di bioskop-bioskop. Bentuk lain
"kebangkitan" budaya Tionghoa adalah dalam wujud digiatkannya penggunaan
bahasa Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya di sekolah, kursus-kursus,
dalam penulisan nama diri, dll. Mereka yang masih menggunakan bahasa Belanda
97
dicap sebagai seorang yang masih berjiwa "keblandaan". Sungguh merupakan hal
yang ironis sekaligus kontroversial, bahwa fasisme Jepang --selaku bekas musuh
besar orang Tionghoa-- malah bertindak sebagai pihak yang membangkitkan
kembali aktivitas budaya Tionghoa, yang telah lama ditinggalkan para pelakunya di
Jawa.
Generasi Baru: Anak-anak Berpendidikan Sekolah Tionghoa
Seiring dengan datangnya Jepang, semua sekolah ditutup oleh Jepang.
Anak-anak Tionghoa, baik yang bersekolah di sekolah Belanda (HCS) maupun
Tionghoa (THHK atau sekolah swasta Tionghoa lainnya), sempat mengalami
kevakuman pendidikan. Anak-anak Tionghoa sebenarnya diperbolehkan masuk
sekolah rakyat, asalkan masih tersedia tempat, namun biasanya hanya sedikit saja
98
bangku kosong yang tersisa. Sayang sekali, tidak banyak kajian mengenai sekolah
99
Tionghoa pada zaman Jepang. Berikut ini disajikan kasus Yogyakarta, yang data-
100
datanya terekam dengan baik dalam dokumen, sehingga bisa menggambarkan
makin populernya sekolah Tionghoa.
Menurut satu versi, pembukaan Sekolah untuk anak-anak Tionghoa
Yogyakarta berasal dari inisiatif seorang guru sekolah Tionghoa, yang merasa
113