Page 129 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 129
DINAMIKA DALAM KEBERAGAMAN:
JEPANG, ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI (1942-1945)
Pertama adalah Liem Koen Hian. Sudah banyak diketahui, bahwa dibanding
dengan ketiga rekannya yang lain, ia bersuara paling keras agar golongan
peranakan Tionghoa di dalam negara Republik Indonesia yang akan lahir nanti,
secara otomatis dijadikan warga negara. Dalam sidang kedua, rapat besar tanggal
11 Juli 1945 yang dipimpin oleh Dr K.R.T.Radjiman Wedyodiningrat, Liem mendapat
kesempatan berpidato mengenai soal warganegara. Diserukannya bahwa:
.....pemuka-pemuka dari bangsa Tionghoa di Malang dan di Surabaya telah
meminta kepada saya, agar disampaikan kepada Badan Penyelidik, supaya
di waktu mengadakan Undang-undang Dasar Indonesia, biar ditetapkan
saja, bahwa semua orang Tionghoa menjadi warga Indonesia. Juga di
Bandung, Tuan Ketua, telah dinyatakan pikiran-pikiran begitu, meskipun
tidak dengan terus terang... Maka saya berbicara sedikit panjang lagi
untuk menyampaikan permintaan dari beberapa anggota tadi itu, dan
saya mengharap, agar jikalau nanti panitia yang akan merancang Undang-
undang Dasar Indonesia Merdeka sampai pada pasal tentang warga
121
Indonesia, sukalah kiranya memperhatikan permintaan tadi.
Namun rupanya tidak hanya itu saja kontribusi Liem. Pada tanggal 19 Juli
2013, Wikrama Iryans Abidin, Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat berhasil
meraih gelar doktor bidang Ilmu Hukum, setelah mempertahankan disertasi
berjudul “Perlindungan Konstitusional Kemerdekaan Pers: Absennya Jaminan UUD
1945 Terhadap Kemerdekaan Pers Indonesia pada Sebelum dan Sesudah
Reformasi.” pada sidang terbuka Senat UI di Auditorium Djokosutono Kampus
122
Fakultas Hukum UI Depok. Berdasarkan hasil studinya, Wikrama menuturkan,
perjuangan jaminan konstitusional kemerdekaan pers di Indonesia dimulai sejak 15
Juli 1945 ketika Liem Koen Hian mengusulkan perlunya jaminan kemerdekaan pers
dicantumkan dalam Rancangan UUD BPUPK. Usul itu didukung Mohammad Hatta
agar Pers punya kekuatan mengawasi penguasa dan warga negara tidak takut
menyampaikan kritik pada penguasa. Tapi usul Liem Koen Hian ditolak Soepomo
dkk dengan alasan gagasan tersebut terkait paham individualisme yang melahirkan
liberalisme-kapitalisme-kolonialisme, sedangkan paham yang dianut bangsa
Indonesia adalah paham kolektif-kekeluargaan. Tidak tertutup kemungkinan di
123
sini bahwa Liem merupakan seorang pionir dalam hal kemerdekaan pers
Indonesia?
Hal lain yang perlu dicatat dari Liem Koen Hian dalam BPUPK adalah rasa
marah dan kecewanya, ketika
120