Page 133 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 133

DINAMIKA DALAM KEBERAGAMAN:
                        JEPANG, ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI  (1942-1945)

            hitam"  yang  berisi  nama-nama  orang  Tionghoa  yang  mereka  pandang  sebagai
            hankan.131
                    Di  kota-kota  dengan  jumlah  penduduk  Tionghoa  totok  cukup  besar,
            bermunculan aksi-aksi untuk menindak orang-orang yang dicurigai sebagai hankan.
            Tony  Wen  (jurubahasa  di  Kakyô  Han)  melarikan  diri  dari  Jakarta  ke  Solo. 132
            Pemimpin HCCH Solo, Ong Siang Tjoen, untuk sementara pindah ke Semarang.  Di
                                                                            133
            Malang, begitu terdengar adanya usaha untuk membalas dendam pada pihak yang
            dituduh  sebagai  hankan,  sekelompok  pemuda  berusaha  mencegah  dengan  cara
            mengoreksi ulang "daftar hitam" yang telah disusun. Untungnya para pemuda San
            Min  Chu I  tadi bersedia menerima  koreksi  tersebut.  Dengan  demikian  di  Malang
            bisa  dicegah  penganiayaan  fisik  pada  tokoh-tokoh  HCCH.  134   Di  Singkawang
            (Kalimantan  Barat),  ratusan  pemuda  Tionghoa  bergabung  dalam  “Anti-Nippon
            Society”  dan  melakukan  pengadilan  jalanan  pada  mereka  yang  dituduh  sebagai
                   135
            hankan.  Aksi di Yogyakarta dilakukan oleh orang-orang totok yang fanatik, dan
            dimotori  dari  Jakarta. 136  Rencana  mereka  untuk  menyerbu  gedung  HCCH  bisa
            digagalkan  pemuda  peranakan.  Dengan  demikian  pertumpahan  darah  bisa
            terhindar, walaupun tidak berarti perasaan antipati orang-orang totok itu otomatis
            bisa padam. Selain itu ada juga staf HCCH Yogyakarta yang merasa tidak nyaman
            dan terpaksa "mengalah" pergi ke kota lain, misalnya ke Jakarta, dengan maksud
            supaya tidak begitu dikenali.
                    Suasana  menyusul  kekalahan  Jepang  menjadi  "panas",  orang-orang
            berlomba  ingin  mengutuk  segala  sesuatu  yang  berbau  Jepang,  termasuk  HCCH,
            seperti dilukiskan dengan bagus dalam kutipan berikut ini:

                    “…pada  masa  setelah  Jepang  menakluk.  Ketika  itu  mendadak  muncul
                    segala  strebers  [orang-orang  gila  hormat,  DK],  segala  avonturiers  [kaum
                    petualang,  DK],  yang  di  zaman  bahaya  bersembunyi  di  kolong  bale
                    [tempat tidur, DK]. Banyak orang bergembar-gembor memaki pemimpin-
                    pemimpin Kakyô Sôkai sebagai kaum pengkhianat, bangsa kaum han-kan
                    [Mandarin:  pengkhianat,  DK]  yang  mau  mereka  tuntut,  sedang  diwaktu
                    Kakyô  Sôkai  masih  berdiri  mereka  tidak  berani  tampil  kemuka,  karena
                    takut  berurusan  dengan  Kenpei  [polisi  rahasia  Jepang,  DK].  Kita  tidak
                    sangkal, bahwa ada juga diantaranya orang-orang yang jadi pengurusnya
                    Kakyô  Sôkai  sudah  gunakan  kedudukannya  buat  mengisi  kantongnya
                    sendiri, tetapi sebaliknya juga tidak kurang jumlahnya pemimpin Tionghoa
                    yang  telah  korbankan  segala-galanya  dan  bekerja  sebagai pengurus  Hua
                    Chiao  Chung  Hui  melulu  hanya  dengan  satu  tujuan,  yaitu  untuk
                    menyelamatkan  penduduk  dan  masyarakat  bangsa  kita.  Mereka  adalah
                    pemimpin-pemimpin  sejati.  Mereka  berlainan  kualitas  dan  kaliber  dari



                                             124
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138