Page 135 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 135

DINAMIKA DALAM KEBERAGAMAN:
                        JEPANG, ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI  (1942-1945)

                    “…Kebencian  yang  tambah  lama  tambah  besar  terhadap  Jepang
                    diputarkan  oleh  Jepang  dengan  agitasi  dan  propagandanya  terhadap
                    …orang  Tionghoa,  ..dan  selanjutnya  tak  dapat  kita  pungkiri,  bahwa
                    propaganda dan agitasi Jepang itu banyak pengaruhnya dan berhasil juga
                    baginya…Kegiatan  jiwanya  [pemuda,  DK]  terutama  terlihat  sebagai
                    kebencian  kepada  bangsa-bangsa  asing,  yang  sebenarnya  ditunjukkan
                    Jepang  untuk  dimusuhi,  bangsa  Sekutu,  bangsa  Belanda,  bangsa  Indo
                    (bangsa kita sendiri), Ambon, Menado, kedua-duanya bangsa kita sendiri,
                    Tionghoa, pangreh praja. Maksudnya tak lain, seluruh dunia boleh dibenci
                    asalkan jangan membenci Jepang”.  143144

                 Pendapat  Syahrir  ini  pun  ada  benarnya.  Ternyata  Jepang  menanamkan
            perasaan  anti-Tionghoa  pada  golongan  Indonesia,  misalnya  melalui  lagu-lagu
            propaganda  seperti  di  bawah  ini  (dalam  bahasa  Jawa),  dimana  orang  Tionghoa
            disejajarkan dengan Belanda sebagai “musuh”:

                    Cina Landa Musuhku
                    Nippon gundhul Kancaku
                    Ayo maju perang
                                      145
                    Gebug Amerika Inggris

                 Penulis  secara  pribadi  lebih  memilih  pendapat  Elsbree.  Kebijakan  Jepang
            tidaklah  bisa  dijadikan  “kambing  hitam”  atas  antagonisme  rasial  yang  terjadi.
            Kondisi-kondisi  lokal  yang  sudah  tercipta  sebelum  kedatangan  Jepang,  hubungan
            sosial  antar  etnis,  ketegangan  di  dalam  masyarakat,  pola  distribusi  ekonomi,
            semuanya  harus  ikut  pula  dipertimbangkan.  Memang  benar,  bahwa  di  beberapa
            daerah  kehadiran  Jepang  telah  mempercepat  pecahnya  konflik  antar  berbagai
            golongan  dan  kepentingan  yang  telah  terpendam  sejak  zaman  Belanda.  Apalagi
            kejatuhan  Jepang  diikuti  dengan  pecahnya  suatu  revolusi  fisik  untuk
            mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
                  Keberagaman laksana pisau bermata dua jika tidak dikelola dengan baik. Ia
            bisa  menjadi  modal  satu  bangsa  untuk  semakin  maju,  di  mana  satu  elemen
            melakukan  penyerbukan  silangbudaya  dengan  elemen  lainnya.  Namun  jika  satu
            elemen merasa lebih unggul daripada elemen lainnya, dapat dipastikan hal itu akan
            berdampak negatif bagi kelangsungan satu bangsa. Sejarah telah mengajarkannya,
            sekarang terserah kita.***


                                                             Yogyakarta, 21 Juli 2018



                                             126
   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139   140