Page 192 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 192
HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH
Karena ada pandangan Belanda bahwa kemerdakaan Indonesia adalah
hadiah dari Jepang, maka pemerintah Indonesia juga harus hati-hati agar jangan
dikira perjuangan mereka dibantu oleh Jepang. Partisipasi perajurit Jepang di
dalam pasukan Republik Indonesia dianggap kurang pantas. Perdana Menteri
Syahrir juga mamakai jalur diplomasi dengan Belanda di samping perjuangan dan
dalam diplomsi posisinya harus diperkuat.
Maka itu ada intervensi dari pemerintah pusat dan pernah pasukan
Jepang yang ada di daerah Garut dibubarkan. Pada November 1946 pasukan
Jepang yang ada di daerah Linggarjati dipindahkan ke Yogyakarta dengan alasan
tidak pantas kalau kelihatan di mata orang Belanda. Sesudah Perjanjian Renville
26
pada bulan Januari 1948, pemerintah Indonesia terpaksa berkolaborasi dengan
Belanda dan memperketat pengawasan terhadap deserter Jepang. Pemerintah
Indonesia diperintahkan oleh Belanda agar mengadakan pendaftaran orang Jepang
yang ada di dalam pasukannya dan menyerahkannya kepada pihak Belanda.
Menurut penyelidikan pihak Indonesia waktu itu ternyata ada 800 orang
27
deserter Jepang di wilayah RI di Jawa dan Sumatera. Dalam pembicaraan
selanjutnya antara Indonesia dan Belanda disepakati bahwa orang Jepang akan
28
dikirim ke Batavia dan diserahkan ke panglima Belanda.
Tidak diketahui berapa banyak orang yang pernah ditangkap pemerintah
Indonesia dan diserahkan ke Belanda. Dikira tidak begitu banyak, karena pasukan
Indonesia setempat biasanya senang dibantu oleh prajurit Jepang dan mereka tidak
mungkin laporkan prajurit Jepang kepada Belanda. Tetapi sudah diketahui satu
kasus di mana 3 orang Jepang (salah satu adalah orang Korea) ditangkap Belanda
akibat pengkhianatan seorang Indonesia dan dihukum mati. Ditawarkan uang
hadiah yang mahal oleh Belanda untuk salah satu dari tiga orang itu (kebetulan
bangsa Korea), seorang isteri prajurit gerilya yang sudah lama menderita kehidupan
29
sulit dalam perang gerilya, menyerah kepada godaan itu.
(3) Upaya memulangkan ke Jepang sesudah selesai perang (pada 1950-an)
Pada waktu perjuangan untuk kemerdekaan selesai dipermasalahkan lagi
repatriasi deserter ini oleh pemerintah Indonesia. Semua badan perjuangan non-
TNI dibubarkan dan mereka yang ikut didalamnya kehilangan posisinya. Sedangkan
perajurit Jepang yang masuk TNI disuruh keluar oleh pemerintah Indonesia. Pihak
pemerintah Jepang, sesudah kantor Konsulat dibuka pada tahun 1952, juga mulai
mencari informasi tentang deserter Jepang. Menurut penyelidikan mereka terdapat
kurang lebih 150 orang di Sumatera Utara, kurang lebih 10 orang di Sumatera
183