Page 198 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 198

HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH



            usaha  Jepang  ini  yang  mencoba  mempergunakan  pampasan  perang  untuk
            perkembangan ekonomi Jepang.
                    Negosiasi tetap sulit dan mengalami bermacam hambatan, apabila pihak
            Indonesia  menuntut  bahwa  angka  merah  (debt)  dari  ekspor-impor  dibereskan
            dengan  pampasan.  Pada  masa  itu,  meskipun  belum  ada  hubungan  diplomatik,
            sudah  diadakan  ekspor-impor  antara  Indonesia  dan  Jepang.  Tetapi  oleh  karena
            jumlah impor ke Indonesia jauh melebihi ekspot ke Jepang dan juga pembayaran
            dari pihak Indonesia banyak macet sehingga utangnya mencapai 170 juta dollar US.
                    Pemerintah Jepang tidak bisa memenuhi tuntutan Indonesia karena utang
            perdagangan adalah urusan sektor swasta dan tidak mungkin bisa ditutupi dengan
            dana pemerintah. Pembayaran demikian juga bermasalah karena ini menimbulkan
            pemakaian  (keluaran)  uang  kontan (tunai),  yang  bertentangan dengan ide  dalam
            pasal 14 Perjanjian San Fransisiko.
                    Halangan  satu  lagi  berasal  dari  pihak  Jepang.  Pemerintah  Jepang
            berprinsip bahwa jumlah pampasan harus ditentukan dengan mempertimbangkan
            rasio antara tiga negara yang menuntut pampasan, yaitu Filipino 4, Indonesia 2 dan
            Birma  1.  Indonesia  tidak  bisa  menerima  rasio  ini  karena  jumlah  penduduk
            Indonesia yang menderita jauh lebih besar daripada yang dialami di Filipina.
                    Unsur satu lagi yang negatif adalah fakta bahwa Hatoyama yang menjabat
            Perdana  Menteri  Jepang  pada  1954-1956,  tidak  begitu  giat  dalam  membangun
            hubungan  dengan  Asia,  ia  lebih  mengutamakan  pemulihan  hubungan  dengan
            Soviet.  Tetapi  menjelang  1957  dengan  pengantian  Perdana  Menteri  kepada
            Nobusuke  Kishi  situasi  mulai  berubah.  Kishi,  mantan  tahanan  kejahatan  Perang
            yang diadili di Tokyo dan dipenjarakan sampai 1951, pernah mengambil peranan
            penting  dalam  administrasi  di  Manchuquo  sebelum  perang  dan  boleh  dikatakan
            mempunyai  ideologi  Pan  Asianism.  Ia  bersama  golongan  pengusaha  berusaha
            secara aktif membangun hubungan erat dengan Indonesia. Dengan inisiatif Kishi,
            didukung  oleh  sikap  Sukarno  yang  ingin  menerima  pampasan  secepat  mungkin,
            negosiasi pampasan cepat maju dan akhirnya kesepakatan tercapai.

            (4)  Dekolonisasi ekonomi Indonesia dan pampasan

                    Di sini muncul pertanyaan faktor apakah yang mendorong Sukarno ingin
            menerima pampasan secepat mungkin? Pemerintah Sukarno berminat mengambil
            kebijaksanaan  dekolonisasi/nasionalisasi  ekonomi,  yaitu  membatalkan  hubungan
            istimewa  dengan Belanda,  dan menyita aset  peruahaan Belanda. Indonesia  pada
            masa  1950-an  diwarnai  dengan  perjuangan  untuk  merebut  kembali  kekuasaan


                                                189
   193   194   195   196   197   198   199   200   201   202   203