Page 46 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 46

HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH





            1. Senjata Darat

            Sekalipun Jepang merupakan sebuah negara industri baru, tetapi prajurit mereka
            diperlengkapi  dan  dipersenjatai  dengan  baik  pada  masa  Perang  Dunia  II.  Semua
            senjata  konvensional  seperti  senapan,  senapan  mesin,  mortir,  meriam,  granat,
            senjata antitank, dan sebagainya dimiliki. Selain itu, para komandan pasukan darat
            memiliki  artileri  mobilnya  sendiri,  yang  dikenal  sebagai  “meriam  infanteri”,  yang
            dapat  menjadi  senjata  pendukung  jarak  dekat  yang  sangat  efektif,  baik  saat
                                     49
            bertahan maupun menyerang.
                    Pengalaman  tempur  dalam  perang  di  Cina  mengindikasikan  bahwa
            senapan  kaliber  6,5  mm  yang  digunakan  oleh  kebanyakan  unit  infanteri  Jepang,
            tidak  memiliki  kecepatan  tembak  dan  bobot  peluru  yang  memadai.  Karena  itu,
            perlahan-lahan senjata yang digantikan dengan senjata yang menggunakan peluru
                                                                               50
            kaliber 7,7 mm—sekalipun proses ini belum selesai ketika Perang Pasifik berakhir.
                    Senjata  perorangan  prajurit  Jepang  yang  paling  umum  adalah  senapan
            Arisaka Tipe 38 kaliber 6,5 mm dan tipe 99 kaliber 7 mm. Ada dua jenis senapan
            tipe 99, di mana versi panjang (127 cm) digunakan oleh infanteri sementara versi
            pendek (112  cm)  digunakan  oleh  prajurit  kavaleri, zeni,  dan  unit  khusus  lainnya.
                                                    51
            Ada juga karaben Tipe 38 dan 44 kaliber 6,5 mm.
                    Pistol  standar  yang  digunakan  anggota  militer  Jepang  adalah  Tipe  94
            kaliber  8 mm.  Namun,  reputasinya  sangat  buruk:  desain awalnya  dianggap  tidak
            masuk  akal  dalam  beberapa  hal,  sosoknya  ganjil,  dan  digunakan  dengan  buruk.
            Sekalipun pembuatan dan materialnya buruk, sehingga senjata ini sering kali tidak
            aman digunakan, pasukan Jepang tidak memiliki pilihan selain menggunakan pistol
            tersebut karena industri senjata negeri itu tidak dapat menghasilkan senjata yang
            lebih  baik.  Sebelum  tahun  1939,  Jepang  mengimpor  sejumlah  kecil  senjata
                      52
            genggam dari luar negeri, termasuk pistol semiotomatis FN/Browning dari Belgia;
                                                                   53
            beberapa  di  antaranya  dibeli  secara  pribadi  oleh  para  perwira.  Pistol  sendiri
            hanya diberikan kepada perwira atau prajurit artileri.
                    Senapan  otomatis  Jepang  juga  memiliki  kualitas  yang  buruk  dan  kurang
            daya tembaknya. Nambu Tipe 15 dan Tipe 98, yang lebih buruk desainnya, masing-
            masing  memiliki  magasen  berisi  delapan  dan  enam  butir  peluru.  Keduanya
                                                             54
            menembakkan peluru kaliber 8 mm yang kurang bertenaga.
                    Untuk menambah daya tembaknya, pasukan Jepang dipersenjatai senapan
            mesin ringan Nambu Tipe 96 (6,5 mm) dan Tipe 99 (7 mm). Kedua senapan mesin


                                                37
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51