Page 100 - Buku Kajian Pemantauan UU ITE
P. 100
telah mengenyampingkan ketentuan Pasal 310 ayat (1) dan Pasal 310 ayat (2) KUHP
karena adanya kekhususan pencemaran nama baik melalui media elektronik.
Diubahnya ketentuan penghinaan dan pencemaran nama baik dalam UU ITE pada
praktiknya tidak menghilangkan sifat multitafsir penghinaan dan pencemaran nama baik
dalam ranah ITE. Bahkan Presiden Joko Widodo secara terbuka menyebut terdapat
beberapa pasal UU ITE yang dapat ditafsirkan secara berbeda. 13
Menurut ICJR dan Diskominfo Jatim, sifat multitafsir Pasal 27 ayat (3) UU ITE
terjadi karena rumusan pasal tidak memberikan kualifikasi mengenai kualifikasi korban
sehingga dapat ditafsirkan secara luas. Akibatnya kualifikasi mengenai korban dalam
ketentuan UU ITE menjadi tidak jelas dan tidak terbatas pada individu/natuurlijk
persoon. Sifat multitafsir ini berdampak pada penegakan hukum UU ITE yang dinilai
diskriminatif dan tidak adil. Oleh karena itu menurut Akademisi FH UI dan Dit. Dal Aptika
Kominfo, sebaiknya penyidik mengedepankan ultimum remedium dengan
mengusahakan perdamaian antara pelapor dan terlapor atas adanya pencemaran nama
baik.
Dari data yang dihimpun lembaga Southeast Asia of Expression Network pada
tahun 2020, setidaknya terdapat 209 kasus terkait Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Dimana
sebanyak 68% laporan tersebut berasal dari orang-orang yang berprofesi sebagai
14
pejabat publik, profesional, dan kalangan ekonomi menengah ke atas. Salah satu kasus
pencemaran nama baik Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah kasus Saiful Mahdi yang
mengkritik Dekan Fakultas Teknik USK atas seleksi CPNS di lingkungan Fakultas Teknik
USK yang disampaikan melalui grup chat tertutup. Akibat unggahannya tersebut Saiful
Mahdi dalam Putusan Nomor 432/Pid.Sus/2019/PN Bna. oleh Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Banda Aceh dinyatakan bersalah dan divonis 3 (tiga) bulan penjara dan denda
Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) subsidair 1 (satu) bulan kurungan.
Berdasarkan vonis tersebut, Saiful Mahdi beserta kuasa hukumnya melakukan
upaya hukum banding dan kasasi, yang mana upaya hukum tersebut ditolak oleh
Pengadilan Tinggi Aceh dan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Akibat ditolaknya
upaya hukum banding dan kasasi, maka pada 6 September 2021 Tim hukum beserta
Koalisi Masyarakat Sipil mengirimkan surat resmi kepada Presiden Joko Widodo
(Presiden) yang meminta agar Presiden memberikan amnesti untuk Saiful Mahdi. Hal
tersebut ditindaklanjuti oleh Presiden dengan meminta pertimbangan terkait amnesti
Saiful Mahdi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR), yang
kemudian disetujui DPR dalam rapat Paripurna tanggal 7 Oktober 2021 dan diundangkan
oleh Presiden dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2021 tentang
Pemberian Amnesti.
Ditetapkannya SKB UU ITE yang ditandatangani Menteri Komunikasi dan
Informatika, Kapolri, dan Jaksa Agung pada 23 Juni 2021 tersebut merupakan tanggapan
atas keluhan masyarakat terhadap UU ITE yang dinilai mengandung pasal dengan
13 “Saiful Mahdi Unsyiah: Amnesti Presiden Jokowi dianggap tak selesaikan polemik UU ITE, apa solusinya?”
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-58817921, diakses pada 3 November 2021.
14
S. Dian Adryanto, ed., “Apa Kabar Revisi UU ITE atau Sekadar Interpretasi? ICJR: Cabut Pasal Karet,”
https://nasional.tempo.co/read/1446309/apa-kabar-revisi-uu-ite-atau-sekadar-interpretasi-icjr-cabut-pasal-karet,
diakses pada 1 November 2021.
Kajian dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah Dengan …
78 Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian, Sekretariat
Jenderal DPR RI