Page 203 - BUKU PERDEBATAN PASAL 33 DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945
P. 203

Susanto Polamolo
            Elnino M. Husein Mohi
            PERDEBATAN PASAL 33
            DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945

                        Pembicara: Prof. Hasyim Djalal (Tim Ahli)
                        Terima kasih Bapak Ketua.
                        Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang saya hormati.
                        Assalamu’alaikum Wr. Wb.
                        Sesungguhnya saya agak sedikit risih,
                  ikut campur di dalam perdebatan yang sangat
                  “seru” antara dua kelompok ini. yang mungkin
                  barangkali apa yang saya sampaikan tidak terlalu
                  menarik perhatian bagi Bapak-bapak dan Ibu-
                  ibu. Tapi, barangkali justru di situ keindahannya.
                  Karena setelah saya kemukakan semalam di dalam
                  pertemuan antara kelompok hukum, politik dan
                  ekonomi, rasa-rasanya tidak ada kesulitan begitu.
                  Jadi, mungkin ini barangkali salah satu di antara
                  titik cerah yang mungkin bisa bermanfaat bagi
                  pertemuan ini, dan mudah-mudahan tidak terlalu
                  ada perbedaan pendapat di situ.
                        Masalahnya adalah, yang berkaitan dengan
                  Pasal 33 yang lama, terutama pada ayat (3) dan yang
                  kemudian diambil alih oleh draft Tap MPR Nomor
                  IX/MPR/2000, yang menyebut dalam istilah lama
                  “bumi, air dan kekayaan alam”. Beberapa waktu yang
                  lalu kami diundang sebagai  resource person  untuk
                  PAH-II, guna membahas itu, dan di situ jelas sekali
                  terlihat bahwa perumusan “bumi, air” sudah tidak
                  cocok lagi.
                        Mungkin dalam tahun 1945, maksud “bumi”
                  itu danau begitu ya, “darat” dan “danau” begitu,
                  karena laut tidak merupakan wilayah Republik
                  Indonesia pada waktu itu. Tapi, setelah tahun 1957,
                  dengan Wawasan Nusantara, kita menyatakan laut



                                       142
   198   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208