Page 205 - BUKU PERDEBATAN PASAL 33 DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945
P. 205
Susanto Polamolo
Elnino M. Husein Mohi
PERDEBATAN PASAL 33
DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945
wilayah serta dalam Zona Tambahan (Contiguos
Zone) Indonesia. Oleh karena itu, kami mencoba
merumuskan mengganti kata “bumi dan air” dengan
kata “darat, laut, dasar laut dan tanah di bawahnya”.
Itu formulasi yang ada dalam Konvensi Hukum Laut
tahun 1982.
Kemudian kata “udara”. Di dalam perumusan
yang ada oleh Bapak-bapak MPR, itu disebut kata
“dirgantara”, juga ada di dalam paper yang dibuat oleh
Tim Ekonomi oleh Pak Bambang. Kata “dirgantara”
itu kurang cocok, karena dirgantara itu termasuk
angkasa luar. Jadi, bintang, bulan, matahari adalah
masuk dalam dirgantara. Kalau Indonesia harus
menguasai dan mengatur bintang, matahari, ya itu
agak keterlaluan juga.
Jadi, yang ada di dalam hukum laut itu adalah
kedaulatan atas “udara”, termasuk atas udara di atas
laut kita itu. Yang Dulu tidak itu. Dulu udara di atas
Laut Jawa itu udara bebas. Udara di atas laut Banda,
Laut Maluku adalah udara bebas, sekarang tidak
lagi, itu wilayah Republik Indonesia. Cuma, kami
merasa tidak kena kalau itu dikatakan dirgantara,
sebab dirgantara itu terdiri dari dua elemen dalam
hukum. Satu, air space, dan kedua adalah outer
space. Air space is subjecti to sovereignty, outer space
is not subjective to sovereignty.
Jadi, tidak mungkin ada wilayah Republik
Indonesia di situ. Dan di situ makanya perlu adanya
kata penegasan yang lebih jelas dan cocok dengan
keadaan sekarang, serta dengan hukum sekarang,
yaitu “air space” atau ruang udara.
144

