Page 211 - BUKU PERDEBATAN PASAL 33 DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945
P. 211
Susanto Polamolo
Elnino M. Husein Mohi
PERDEBATAN PASAL 33
DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945
Hobbes Sinaga 53 (F-PDIP) dalam tanggapannya
juga mempertanyakan apakah rumusan Pasal 33 yang
direkomendasikan Tim Ahli itu masih layak disebut “aturan
dasar” atau tidak. Sementara Frans Mattruty yang memang sejak
awal terkesan dengan pandangan Mubyarto tentang ekonomi
Pancasila menegaskan, konsep apapun yang dipakai, diadopsi,
haruslah sesuai dengan sistem ekonomi Pancasila. 54
sulit pada saat kita harus memasuki era dengan hutang besar menghadapi IMF ini, mohon
tanggapan, terima kasih.
53 Pembicara: Hobbes Sinaga (F-PDIP)
…Saya sangat tertarik tadi dengan apa yang dikatakan tadi oleh Pak Syahrir dan Ibu Sri Mulyani.
Bahwa pada saat kita membicarakan atau membahas perubahan Undang-Undang Dasar,
khususnya mengenai masalah ekonomi ini, dihadapan kita sedang terjadi masalah yang
sangat berat bagi negara kita ini, yang bahkan digambarkan tadi bahwa negara kita ini
sudah hampir ambruk, ya saya bilang Ibu Sri Mulyani juga dengan pak Syahrir tadi. Saya
catat. Akhirnya memang kita, pikiran kita memang terbagi untuk itu…Waktu membahas ini di
PAH-I ini, sebenarnya yang menjadi titik tolak sebenarnya mengapa Pasal 33 ini tidak pernah
diterjemahkan diatur lebih luas di dalam GBHN? karena dulu itu mulai dari GBHN tahun setiap
periode itu, hanya memasukkan Pasal 33 tanpa pernah menjelaskan apa sebenarnya isi dari
Pasal 33 itu. Mestinya GBHN itu yang kualitasnya sama dengan aturan dasar, ini saya belajar
juga dari Pak Ismail Sunny, saya murid beliau artinya kita melihat bahwa Undang-Undang Dasar
itu kategorinya sama dengan GBHN merupakan aturan dasar, itu kalau kita pakai misalnya
teori Hans Kelsen atau Nawiasky. Jadi, mestinya GBHN itu yang mengatur lebih lanjut, tapi
persoalannya dalam GBHN itu kita nggak pernah menemukan apa yang dimaksud dengan
azas kekeluargaan? apa yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara? Sebenarnya di dua
soal ini PAH-I bergulat.
Kalau kita lihat Tim Ahli Ekonomi kita sudah mencoba melihat lebih jauh, bahkan sebenarnya apa
yang dibicarakan pada hari ini sebenarnya bukan lagi kualitas sebagai undang-undang dasar
tapi barangkali mungkin sudah lebih bersifat pelaksanaan. Hal yang saya mau lihat sebenarnya
adalah, begini ini mestinya ada kerja sama antara Tim Hukum dan Politik dengan Tim Ekonomi
ini. Karena kalau di Tim Hukum dan politik kemarin itu seolah-olah MPR-nya bukan lagi sebagai
lembaga negara dan tidak diperlukan lagi dengan GBHN, bagaimana nanti nasib Pasal 33 ini?
Ini di antara dua persoalan kalau kita lihat pemikiran Pak Mubyarto tidak perlu ada perubahan itu
mestinya mungkin itu lebih diterjemahkan dalam GBHN, atau Undang-undang. Tapi dalam
kelompoknya Pak Sahrir, Pak Didik, Ibu Yani dan Pak Bambang ingin membuat satu perubahan
yang lebih, bahkan mengaturnya lebih detail. Saya kira ini menjadi masalah kita.
Jadi, maksud saya di sini harus kita pertimbangkan sebenarnya perubahan Pasal 33 itu sampai
di mana? apakah perubahannya itu nanti masih bisa dikategorikan sebagai aturan dasar?
Terima kasih.
54 Pembicara: Frans F.H. Matrutty (F-PDIP)
…Mungkin orang yang mengacungkan jari jempol kepada Tim Ahli ekonomi adalah saya pada waktu
rapat kita yang lalu. Karena saya melihat bahwa Tim Ekonomi ini sungguh-sungguh berusaha
mendapat yang terbaik. Tapi serentak dengan itu saya melihat, dan ini perlu klarifikasi, mereka
terbagi ke dalam dua kelompok yang tidak bertentangan, tapi didasarkan kepada cara melihat
150

