Page 118 - BUKU LIMA - DINAMIKA DAN PERANAN DPR RI DALAM MEMPERBAIKI KEHIDUPAN BERNEGARA PADA ERA REFORMASI 1998-2018
P. 118
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Di sisi lain Presiden Abdurrahman Wahid justru menggugat
penggunaan hak interpelasi yang digunakan DPR karena landasan
hukumnya tidak kuat yakni hanya mengacu pada undang-undang namun
Kasus ini pada tidak tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kasus ini pada
akhirnya juga akhirnya juga menyentuh sentimen kedaerahan terutama pada kasus
pemecatan Jusuf Kalla yang dianggap sebagai representasi masyarakat
menyentuh sentimen
Sulawesi Selatan. Pemecatan Jusuf Kalla memicu kemarahan sejumlah
kedaerahan terutama masyarakat Sulawesi Selatan dan menyambut Jusuf Kalla seperi seorang
pada kasus pemecatan pahlawan di Bandara Sultan Hasanuddin saat beliau kembali ke Makassar.
Jusuf Kalla... Selain dua menteri tersebut, Presiden Abdurrahman Wahid juga memecat
pejabat lain setingkat menteri yakni Syahril Sabirin yang saat itu menjabat
sebagai Gubernur Bank Indonesia. Namun tidak seperti kedua menteri
yang dipecat oleh presiden, Syahril Sabirin menolak pemecatan tersebut.
Ketegangan antara presiden dan DPR mencapai puncaknya saat
munculnya dugaan bahwa Presiden Abdurrahman Wahid terlibat dalam
pencairan dan penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan
(Yanatera) Bulog sebesar 35 milyar rupiah serta dana bantuan Sultan
Brunei Darussalam sebesar 2 juta dolar Amerika Serikat. Kasus Bulog
Gate yang melibatkan Yanatera yang dikelola oleh Wakil Ketua Bulog
yakni Sapuan mencuat karena menjerat sejumlah petinggi negara. Reaksi
pertama dari DPR datang dari Komisi III yang secara institusi bermitra
dengan Bulog. Selanjutnya komisi ini menugaskan penanganan kasus
Yanatera Bulog kepada Sub Komisi Pertanian dan Pangan Bulog yang
diputuskan dalam rapat Komisi III pada tanggal 24 Mei 2001. Komisi III
DPR memanggil sejumlah pihak yang terkait dengan kasus tersebut.
103
Kasus ini mendorong DPR untuk membentuk Panitia Khusus atau
Pansus guna melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut. Namun
pembentukan Panitia Khusus itu sendiri mengundang perdebatan
diantara kekuatan-kekuatan politik yang ada di DPR. Pihak yang menolak
dibentuknya Pansus dimotori oleh Fraksi Kebangkitan Bangsa. Sebaliknya
Fraksi PPP justru menjadi pihak yang mendukung dibentuknya Pansus
Penyelidikan Terhadap Kasus Dana Milik Yanatera dan Dana Bantuan
Sultan Brunei. Fraksi PPP mengajukan usulan pembentukan Pansus
secara resmi pada tanggal 23 Juni 2000. Usulan tersebut mendapat
103 Kasus dana bantuan Sultan Brunei Darussalam sebesar US $ 2 juta kepada Presiden Abdurrahman
Wahid menjadi salah satu meningkatnya tensi hubungan antara Presiden dan DPR. Satu pihak
menyatakan bahwa bantuan tersebut bersifat pribadi namun sejumlah pihak menyatakan bahwa
bantuan tersebut harus dipertanggungjawabkan Presiden kepada rakyat dengan memasukkannya
dalam penerimaan negara. Lihat: Didit Hariadi Estiko & Prayudi (Eds), Berbagai Perspektif Tentang
Memorandum Kepada Presiden Suatu Studi Terhadap Pemberian Memorandum DPR RI Kepada
Presiden Abdurrahman Wahid, Jakarta, Tim Peneliti Pusat Pengkajian Dan Pelayanan Informasi
Sekretariat Jenderal DPR RI Bekerjasama Dengan Konrad Adenauer Stiftung, 2002, hlm. 1
dpr.go.id 112