Page 23 - MAJALAH 129
P. 23

Secara umum dikenal tiga praktik penyelenggaraan pelabu­  lola pelabuhan dalam konteks persaingan usaha. Satu­satunya
            han di dunia internasional. Pertama, operating port. Dimana   kondisi saat ini adalah bahwa monopoli sektor publik dicirikan
            semua fasilitas pelabuhan disiapkan dan dioperasikan oleh   dengan sedikit atau tidak adanya persaingan dalam penyedia­
            penyelenggara pelabuhan seperti yang terjadi di pelabuhan   an layanan pelabuhan. Apabila terdapat peluang munculnya
            di Singapura, Pelabuhan London di Inggris, Pelabuhan Cape   persaingan, maka kompetisi tersebut ditengarai akan dike­
            Town di Afrika Selatan, Pelabuhan Otago di New Zealand. Ke­  lola dengan cara yang buruk. Misalnya contoh kasus seperti
            dua, tool port. Dimana fasilitas dasar seperti lapangan, derma­  yang dipublish oleh Nathan Associates (2001) pada akhir tahun
            ga, kolam, dan berbagai utilitas disediakan oleh penyelenggara   1990­an, ketika konsesi terpisah untuk dua terminal peti ke­
            pelabuhan, sementara pengoperasiannya dilakukan oleh pihak   mas di Pelabuhan Jakarta (JITC dan Koja) dijual kepada peru­
            lain. Hal ini sebagaimana dipraktekkan di Port Klang Malaysia,   sahaan yang sama. Juga yang menarik perhatian luas publik
            pelabuhan Yokohama di Jepang juga pelabuhan Hamburg di   terkait reklamasi dan pembangunan pelabuhan Kalibaru (the
            Jerman. Ketiga, lanlord port. Semua fasilitas pelabuhan disiap­  new Tanjung Priok), dimana Pelindo II ngotot melakukannya
            kan, dibangun dan dioperasikan oleh terminal operator terse­  tanpa melibatkan Otoritas Pelabuhan. Pelindo II menunjuk
            but, kecuali kolam pelabuhan. Ini seperti yang ada di pelabu­  langsung Mitsui & Co dari Jepang untuk mengoperasikan Ter­
            han  Felixstowe di inggris, pelabuhan Hingkong di China dan   minal 1 Pelabuhan Kalibaru. Dengan kondisi seperti ini perlu
            pelabuhan Kobe di Jepang.                          siasat dari Otoritas Pelabuhan yang sudah untuk berinteraksi
               Sejak 12 Agustus 2015, Presiden Jokowi melantik Rizal   dengan Pelindo yang berwenang dan menguasai terminal be­
            Ramli sebagai Menko Kemaritiman. Seminggu setelah dilan­  serta peralatannya.
            tik, Jokowi memberikan tugas khusus untuk merampungkan   Seharusnya perlu ada kejelasan tupoksi dalam aturan main
            persoalan waktu timbun peti kemas di pelabuhan atau dwell-  bersama yang difasilitasi oleh level kekuasaan yang lebih tinggi.
            ing time Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Jokowi menarget­  Selanjutnya penataan sistem kerja antara regulator, fasilita­
            kan dwelling time menjadi 4,7 hari pada Oktober 2015 ini dari   tor dan operator. Regulator dan fasilitator bisa diamanatkan
            level 5,5 hari—dwelling time Tanjung Priok masih yang tercepat   untuk menjalankan fungsi penyelenggara pelabuhan dalam
            diantara pelabuhan se Indonesia. Persoalan ini dianggap pri­  institusi Otorita Pelabuhan yang berisikan wakil Pemerintah
            oritas karena akan berdampak pada kenaikan harga bahan   Pusat, wakil Pemerintah Propinsi, wakil Peme rintah Kabupa­
            kebutuhan pokok di masyarakat. Selain itu, buruknya waktu   ten/ Kota, Stakeholders, para ahli di bidang yang berhubungan
            tunggu diklaim menimbulkan kerugian                                 dengan Pelabuhan, pakar kebijakan dan
            sekitar­780­triliun­karena­inefisiensi­bi­  DI PELABUHAN TANJUNG    pakar hukum. Otorita Pelabuhan dia­
            aya logistik.                         PRIOK, ADA 18 INSTANSI        wasi oleh Dewan Pelabuhan yang ang­
               Di pelabuhan Tanjung Priok, ada 18                               gotanya merupakan wakil­wakil yang
            instansi dari 8 kementerian yang ter­  DARI 8 KEMENTERIAN           juga dari Pemerintah. Dengan demikian
            daftar memiliki otoritas. Tim investigasi   YANG TERDAFTAR MEMILIKI   keduanya bisa memastikan terlaksana­
            Ombudsman pada Maret 2014 lalu mem­                                 nya aturan main skala nasional maupun
            berikan rekomendasi terkait wewenang         OTORITAS.              internasional­yang­telah­diratifikasi­oleh­
            yang dimiliki enam menteri terkait bong­                            Kesyahbandaran sebagai kuasa dari Un­
            kar muat di pelabuhan. Isinya berupa                                dang­Undang terutama yang berkait an
            saran­saran agar proses bongkar muat                                dengan keselamatan dan keamanan
            yang menghambat di pelabuhan bisa                                   maritim. Operator menjalankan fungsi
            terpecahkan. Keenam menteri tersebut                                pengusahaan terminal dan fasilitas jasa
            adalah Menteri Koordinator Perekono­                                pelabuhan lainnya yang dilaksanakan
            mian, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Kelau­  oleh Operator Terminal dan Operator Jasa Fasilitas Pelabu­
            tan dan Perikanan, Menteri Perhubungan, dan Menteri Perda­  han lainnya yang sesuai dengan ijin usahanya. Operator Ter­
            gangan. Tim ini menemukan lima praktek maladministrasi   minal dan Operator Jasa Fasilitas Pelabuhan lainnya seperti
            dalam proses masa tunggu dan bongkar muat (dwelling time)   yang­disepakati­adalah­institusi­yang­berorientasi­pada­profit.­
            di empat pelabuhan laut Indonesia. Kelima bentuk maladmi­  Tidak lupa adalah penempatan sumber daya manusia yang te­
            nistrasi tersebut adalah: penundaan berlarut, penyimpangan   pat pada setiap struktur dan posisi sesuai fungsi dan peran
            prosedur, tidak kompeten, penyalahgunaan wewenang dan   yang akan dijalankan dengan tetap mempertimbangkan pen­
            pungutan tidak resmi oleh oknum. Rekomendasi tersebut juga   guasaan iklim dan medan penyelenggaraan pelabuhan. Jika
            menunjukkan bahwa betapa kompleksnya lapangan persoalan   memungkinkan, Presiden mengeluarkan peraturan perun­
            di sektor Pelabuhan.                               dang­undangan dan kebijakan yang menegaskan penunjuk­
                                                               kan wewenang terkait persoalan ini. Yang tidak kalah penting
            DELEGASI KEWENANGAN DAN MEMENANGKAN                penggalangan dukungan melalui dialog dan sosialisasi kepada
            LEGITIMASI: SEBUAH KESIMPULAN                      segenap pengguna jasa pelabuhan agar mendapatkan legiti­
               Indonesia sepertinya belum berpengalaman dalam menge­  masi yang cukup. ***



                                                                                          EDISI 129 TH. XLV, 2015  23
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28