Page 31 - MAJALAH 110
P. 31

dengan sistem pemilihan langsung dalam pemilihan
            kepala daerah yang diatur dalam UU Pemerintahan
            Daerah.
              Sistem pemilihan umum di negeri ini dari waktu ke
            waktu telah mengalami beberapa kali perubahan.
            Di era Orde Baru, sistem pemilihan umum legislatif
            menggunakan sistem proporsional tertutup (closed
            lists). Dalam sistem ini, pemilih sekadar mencoblos
            tanda gambar partai. Hasil perolehan suara kemudian
            didistribusikan ke nama calon legislatif sesuai dengan
            selera pimpinan partai. Pada umumnya, distribusi
            perolehan suara tersebut berdasarkan urutan dari yang
            terkecil atau urut kacang.                         sebagaimana diatur dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.

              Sistem pemilu kemudian mengalami perubahan pada    Setiap perubahan pasti membawa implikasi yang
            pemilu tahun 2004 lalu, dari proporsional tertutup  ditimbulkan. Seperti halnya perubahan sistem pemilu
            menjadi setengah tertutup. Artinya, pemilih tidak  sebagai implikasi dari perubahan konstitusi yang
            sekadar memilih tanda gambar partai, tapi sudah  terjadi saat ini. Sistem pemilu pasca-amandemen UUD
            bisa memilih langsung nama-nama caleg yang sudah  1945 ini telah menampilkan demokrasi berwajah dua,
            terdaftar. Kendati demikian, sistem keterpilihan caleg  yaitu wajah demokrasi yang lebih terbuka dan wajah
            pada pemilu 2004 ditentukan lewat dua cara. Pertama,  demokrasi barbarian. Sistem politik dan demokrasi
            caleg yang memperoleh suara mencapai bilangan  pasca-perubahan konstitusi ini menimbulkan praktik
            pembagi pemilih (BPP), memenuhi kuota atau lebih,  politik berbiaya tinggi (high political cost). Tingginya
            otomatis menjadi caleg terpilih, tanpa melihat nomor  biaya politik ini diduga menjadi salah satu penyebab
            urut. Kedua, jika caleg tak mencapai BPP, caleg terpilih  korupsi yang semakin marak, dan bahkan mengalami
            ditentukan berdasarkan nomor urut yang disusun oleh  tren kenaikan.
            partai politik. Dengan sistem seperti ini, faktanya,
            mayoritas  caleg  yang  terpilih  pada  pemilu  2004   Data jumlah kepala daerah yang terlibat korupsi dari
            ditentukan berdasarkan nomor urut.                 tahun ke tahun terus meningkat. Kementerian Dalam
                                                               Negeri sendiri mengakui jumlah kepala daerah yang
              Berbeda dengan pemilu 2004,  sistem pemilu 2009  tersangkut korupsi meningkat setiap tahunnya dan
            lalu juga mengalami perubahan. Melalui Undang-     menyebar di 33 provinsi. Berdasarkan data Kemendagri,
            Undang nomor 10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif  tercatat  311  dari  530  kepala  daerah  sejak  pilkada
            telah dimodifikasi. Tidak lagi menggunakan sistem  langsung 2005 hingga Desember 2013 tersangkut
            “proporsional daftar calon terbuka” tetapi langsung  masalah hukum, 86% diantaranya kasus korupsi. Data
            menggunakan“sistem proporsional terbuka”. Sistem  ini bukan berarti korupsi hanya terjadi di pemerintahan
            ini nampak lebih terbuka dibanding sistem pemilu  pasca-perubahan UUD 1945.
            sebelumnya. Meski demikian cara penentuan caleg
            pemenang yang dimuat di pasal 214 undang-undang      Masalah korupsi memang sudah terjadi sejak
            tersebut masih tetap membuka peluang, dengan nomor  pemerintahan RI didirikan. Tetapi jika korupsi dilihat dari
            urut kecil yang siap menyalib di tikungan. Misalnya,  tren jumlah korupsi, skala wilayah, tingkatan jabatan
            apabila ada caleg dalam satu partai yang memperoleh  pemerintahan dan jumlah lembaga negara  masalah
            BPP 30% lebih dari satu orang, maka kursi jatuh ke caleg  korupsi saat ini lebih meningkat. Banyaknya kasus
            yang memiliki nomor urut kecil.                    korupsi yang terjadi, perlu dijadikan bahan evaluasi
                                                               dan mengoreksi sistem demokrasi yang sedang dicoba
              Rezim pemilu proporsional tertutup sudah berlalu, kini  saat ini. Bila tidak, maka sama dengan membiarkan
            berganti dengan rezim pemilu suara terbanyak. Sistem  pemahaman sebagaian masyarakat bahwa demokrasi
            pemilu 2014 akan menggunakan sistem proporsional  akan melahirkan korupsi. Tentu, pemahaman seperti ini
            terbuka. Dengan demikian, penentuan caleg pemenang  harus dicegah, jangan sampai menjadi keyakinan yang
            akan ditentukan berdasarkan perolehan suara  dapat mendistorsi makna demokrasi.
            terbanyak. Kedudukan rezim pemilu berdasarkan suara
            terbanyak ini kian kokoh pasca-keputusan Mahkamah    Dari fenomena tersebut, mungkinkah kita sedang
            Konstitusi lewat Putusan Nomor 22-24/PUUVI/2008.  dalam fase transisi demokrasi atau dengan kata lain,
            Dalam putusannya, MK membatalkan semua aturan  bangsa ini masih dalam proses belajar berdemokrasi.
            nomor urut itu. Menurut MK, penentuan calon  Namun pertanyaannya sampai kapankah kita belajar
            berdasarkan nomor urut adalah inkonstitusional, karena  berdemokrasi dan sampai kapan proses transisi
            bertentangan dengan makna substantif kedaulatan  berakhir. Negara ini sudah hampir 69 tahun merdeka.
            rakyat, serta bertentangan dengan prinsip keadilan  Atau jangan-jangan bangsa ini sedang dijadikan kelinci


                                                                             PARLEMENTARIA  EDISI 110 TH. XLIV, 2014  31
   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36