Page 18 - MAJALAH 137
P. 18

LAPORAN UTAMA



                       Dr. Arif Satria, Dekan Fakultas Ekologi Manusia, IPB


              “paham Neo liberal (Negara Barat) tidak Rela

                    Indonesia Swasembada pangan”






                 edaulatan pangan adalah    menjadi penghasil pangan yang besar.   sudah menjadi harga mati bagi kita.
                 kemampuan negara kita untuk   Indonesia memang sudah punya     Pada kesempatan ini Arif juga
                 menentukan sendiri  policy   Undang-undang tentang Perlindungan   menyarankan jangan terlalu mengan-
          K(kebijakan) apa yang akan        Lahan Berkelanjutan, tapi tidak ada   dalkan perdagangan internasional,
          dilakukan. Walaupun saat ini memang   kerangka eksekusinya.         karena perdagangan internasional
          sudah dikembangkan ke arah itu.     Masalah lainnya adalah terkait   itu merupakan perdagangan yang
          Namun yang harus dibuktikan disini   data. Disini Arif melihat Kementan   tidak  fair (free trade is not fair).
          adalah konteks kedaulatan pangan yang   (Kementerian pertanian) over estimate,   Sebab kalau kita mengacu pada
          dibangun itu adalah varietas-varietas   bukan sekadar optimis. Banyak data-  perdagangan internasional, kita tidak
          tanaman pangan yang memang asli   data yang ketika di cek di lapangan   bisa mengontrol secara mutu.
          lokal                             ternyata tidak sama. Kenyataan di   Pada saat bulan Ramadhan tingkat
            Dengan kata lain masalah utama   lapangan selalu cenderung lebih   konsumsi meningkat karena banyaknya
          dalam konsep kedaulatan pangan saat   rendah. Petani harus menikmati harga,   seremoni, oleh karena itu diperlukan
          ini adalah bagaimana mendorong dan   jangan sampai harga tinggi tetapi   kemampuan kita (pemerintah-red)
          melindungi petani-petani yang punya   petani tidak dapat menikmati.   untuk mendeteksi stok pangan. Seka-
          kemampuan untuk menghasilkan        Ketika data itu transparan dan   rang ini kita hanya mampu mendeteksi
          benih-benih unggul lokal. Sehingga     akurat maka mudah untuk di analisa,   stok pangan di Bulog, tetapi kita tidak
          benar-benar merupakan produk kita,   jadi antara pemerintah pusat dan   mampu mendeteksi stok beras dan
          kita yang memproduksi dan kita juga   daerah harus satu informasi.   pangan yang ada di masyarakat dan di
          yang mengkonsumsi.                  Arif menilai, secara infrastruktur   Distributor Center (DC).
            Masalah  yang kedua menurut Arif   Bulog sudah bagus. Walaupun kapasitas   Pemerintah harus mampu men-
          adalah persoalan lahan. Disini dapat   gudang Bulog ada masalah karena hanya   deteksi stok, karena sistem informasi
          dibandingkan laju konversi (perubahan   mampu menampung 4 juta ton, namun   itulah yang kemudian bisa digunakan
          fungsi lahan) lebih  tinggi dari  laju   Bulog sudah punya pengalaman puluhan   untuk mengambil keputusan dengan
          ekstensifikasi (usaha peningkatan hasil   tahun. Kalau semua beras di beli Bulog   tepat. Terkadang keputusan  kita
          produksi  dengan  menambah  faktor   jelas hal itu tidak mungkin, karena   untuk impor atau tidak terkadang
          produksi). Sehingga jumlah lahan   kapasitas gudangnya tidak mencukupi.   karena spekulasi saja, karena kita
          semakin lama semakin berkurang, hal   Yang perlu dipikirkan juga adalah soal   tidak tahu sebenarnya berapa yang
          ini langsung bersinggungan dengan   mutu, supaya Bulog membeli dan   kita punya.    Itulah juga diperlukan
          produktifitas.                    disimpan di gudang tidak busuk.   keberadaan Badan Pangan Nasional
            “Bagi saya konteks lahan inilah   Paham neo liberal (negara barat)         yang sudah diamanah
          yang justru penting, mekanisme    memang tidak rela kalau Indonesia            Undang-undang Pangan.
          perlindungan. Pulau Jawa sudah jelas   menjalani swasembada pangan. Hal        Ini sangat penting sekali,
          tingkat kesuburannya empat kali lipat   itu karena mereka tidak menginginkan    karena tidak hanya
          daerah diluar pulau Jawa, jadi kalau   Indonesia mandiri. Jelas hal ini          mengurus masalah
          kita fokusnya diluar Jawa maka yang   berbahaya, tapi kita tidak pernah          produksi tetapi juga
          terjadi cost nya menjadi terlalu tinggi.   sadar, karena yang diciptakan oleh   masalah konsumsi.  n  (Ayu)
          Memang Jawa seolah-olah dianggap   mereka adalah ketergantungan supaya
          tidak realistis untuk pertanian, tapi   kita membeli varietas bahan pangan
          tanah di pulau Jawa justru yang paling   dari mereka, ini merupakan
          subur. Kenapa tanah-tanah yang    skenario yang dibuat agar kita
          paling subur tidak dioptimalkan untuk   tidak mandiri.
          pertanian, namun malah ditekankan ke   Oleh karena itu kita
          luar pulau jawa,”ujar Arif.       harus berani menolak,
            Kalau industrialisai yang dipindah   sebab persoalan pangan
          ke luar Jawa, lanjut Arief maka akan   itu bagi kita merupakan
          terjadi pusat pertumbuhan baru di   masalah hidup atau mati.
          luar Jawa. Dan daerah di luar Jawa akan   Pangan itu sudah menjadi                               foto: jaka/iw
          mengalami percepatan pembangunan   senjata, oleh karena itu
          yang lebih bagus dan Jawa tetap bisa   harus kita kuasai dan
                                                                             Dr. Arif Satria
        18      l  PARLEMENTARIA  l  EDISI 137 TH. XLVI - 2016
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23