Page 103 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 103

78    Dwi Wulan Pujiriyani, dkk


            rentan dan menggantungkan kebutuhan pangan penduduknya pada
            impor, melakukan  perampasan  lahan  pertanian  besar-besaran  di
            luar negeri untuk kebutuhan produksi mereka sendiri. Sementara di
            sisi lain, saat  terjadi krisis  berkepanjangan perusahaan pangan dan
            investor swasta yang rakus keuntungan di  melihat investasi atas lahan
            pertanian di luar negeri sebagai sumber utama keuntungan yang baru.
            Alhasil, lahan pertanian yang subur, sedikit demi sedikit telah menjadi
            milik swasta dan terpusat. Jika tidak dikendalikan, perampasan lahan
            pertanian  yang dilakukan  secara  global ini akan  berdampak  pada
            berakhirnya model pertanian skala kecil dan kehidupan pedesaan di
            banyak tempat di seluruh dunia.

                Menurut data Grain, investor terbesar berasal dari negara-negara
            Teluk dan Cina, menyusul kemudian Jepang dan Korea Selatan. Qatar,
            negara yang hanya memiliki 1% tanah yang dapat dibudidayakan untuk
            pertanian, telah  membeli 40.000 hektar  tanah  di Kenya, Vietnam,
            Kamboja dan Sudan. Uni Emirat Arab menguasai 324.000 hektar tanah
            di Pakistan. Korea Selatan (Grup Daewoo) menandatangani transaksi
            penyewaan tanah seluas 1,3 juta hektar di Madagaskar. Negara-negara
            investor ini mencari tanah-tanah subur di negara lain.
                Grain juga mengkritik sejumlah inisiatif investasi tanah dalam
            skala  global melalui kampanye. Dalam  kampanye  ini disebutkan
            bahwa  land grabbing  merupakan   ancaman   yang serius  pada
            kedaulatan  pangan  dan  hak  atas  pangan  masyarakat  pedesaan.
            Investasi tanah  hanyalah  ilusi untuk  membenarkan  perampasan
            tanah. Prinsip-prinsip  investasi tanah  berupaya  menciptakan  ilusi
            bahwa  land grabbing  dapat  dilakukan  tanpa  konsekuensi yang
            merusak  masyarakat, komunitas, ekosistem, dan  iklim. Ilusi ini
            salah dan menyesatkan. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip dalam
            panduan  tersebut  tidak  diperhatikan, apalagi berlakunya  prinsip-
            prinsip  ini hanya  bersifat  voluntary  (sukarela), sehingga  tidak
            menyelesaikan  akar  persoalan  dari jutaan  orang yang kelaparan
            akibat terdesak oleh pertanian industrial berskala besar.


            (VRP)
            Keterangan: Artikel dapat diunduh di www.grain.org
   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108