Page 104 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 104
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 79
I.24. Hall, Derek, 2011, “Land Control, Land Grabs, and
Southeast Asian Crop Booms”, artikel dalam International
Conference on Global Land Grabbing 6-8 April 2011, Land Deals
Politics Initiative (LDPI), Journal of Peasant dan University of
Sussex.
Kata Kunci: Asia, booming croops, land control, perebutan tanah
Hall menjelaskan dinamika kontrol terhadap tanah dalam konteks
perebutan tanah terkait dengan ledakan (booming) tanaman produksi
seperti kakao, kopi, tanaman keras (acasia, ekaliptus), sawit, karet dan
udang di wilayah Asia, yang menjadikan tanah bernilai. Jika banyak
literatur land grab fokus terhadap penyingkiran yang disebabkan
oleh perusahaan asing dan negara, naskah Hall ini mencoba
menunjukkan tidak hanya perusahaan asing dan negara yang dapat
mengambil dan mengontrol tanah tetapi juga bisa dilakukan oleh
petani kecil (smallholders). Dengan menerangkan empat kekuatan
yang menyebabkan seseorang tersingkir (dari tanahnya) yaitu melalui
kekuatan regulasi, pasar, paksaan, dan legitimasi.
Ledakan diawali pada pertengahan tahun 1980-an dengan
lima komoditas (kakao, kopi, tanaman keras cepat tumbuh, sawit
dan udang) yang didorong oleh permintaan ekpor. Keuntungan di
sini bukan berarti keuntungan bagi semua. Ledakan tanaman ini
membuat tanah sangat bernilai, banyak aktor dapat mengontrolnya
dan produksi turun drastis karena pengaruh penyakit, hama, dan
penurunan harga yang cepat. Ledakan tanaman tersebut membuat
petani mengusahakan monocrops yang sangat berisiko. Ledakan
tanaman tersebut sering terjadi di tempat yang relasi kepemilikannya
rentan. Hal ini umumnya ditandai oleh kombinasi ekspansi pertanian,
intensiikasi dan deforestasi yang mendorong terjadinya migrasi.
Secara luas, ledakan tanaman tersebut melibatkan perubahan
cepat dalam penguasaan tanah dan pemenuhan permintaan
ekspor. Sebagai contoh hingga tahun 2005, ekspansi lahan kakao di
Indonesia meningkat drastis hingga tiga kali lipatnya dari Malaysia
yaitu sebesar 490.000 ha. Padahal diawal berkembanganya tanaman
ini, Malaysia merupakan produsen terbesar.