Page 105 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 105
80 Dwi Wulan Pujiriyani, dkk
Para aktor ledakan tanaman ini dapat mengontrol tanah
melalui kondisi “insecure booms” (ledakan tak aman). Penyingkiran
dalam konteks ledakan tanaman ini bisa melalui beberapa proses.
Proses pertama adalah intimate exclusions yaitu penyingkiran yang
dilakukan oleh orang-orang lokal atau memiliki hubungan keluarga.
Kedua, sales to migrants, yakni para migran melakukan pembelian
tanah skala luas sebelum orang lokal menyadari meningkatnya
harga tanah. Ketiga, seizure by migrants yaitu banyak migran
mengkonversi hutan dan dengan mudah menguasainya, terutama
ketika tidak ada kelembagaan lokal yang kuat mengontrolnya.
Keempat, state and corporate engagement with smallholders. Salah
satu contoh dalam model ini adalah perkebunan inti plasma. Kelima,
seizure by companies and/or state actors. Dalam bentuk kelima ini,
negara mengintimidasi petani dengan memberikan klaim ilegal atau
okupasi tanah negara untuk memaksa relokasi penduduk, yang pada
akhirnya tanah akan diberikan kepada perusahaan, dan sangat sedikit
melibatkan orang lokal. Keenam, the use of booms to strengthen
claims to land. Ledakan tanaman ini bisa dijadikan sebagai salah
satu jalan mengamankan tanah, karena tanaman ekspor merupakan
tanaman yang “direstui” negara. Ketujuh, adalah crop booms under
secure land control.
(MYS)
Keterangan: Artikel dapat diunduh di http://www.future-agricultures.org
I.25. Hirsch, Philip. 2011. “Titling against grabbing? Critiques
and Conundrums Around Land Formalisation in Southeast
Asia”, artikel pada International Academic Conference on
‘Global Land Grabbing’ 6-8 April 2011. Future Agricultures
Consortium Institute of Development Studies (IDS). University
of Sussex, Brighton, UK.
Kata Kunci: Asia Tenggara, perampasan tanah, formalisasi, sertiikasi
Debat dan kritik seputar kebijakan pertanahan yang kerap
difokuskan pada agenda neoliberal dari formalisasi tanah sebagai