Page 106 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 106
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 81
kepemilikan asing, justru banyak dilakukan melalui skema hak
kepemilikan. Terkadang skema ini diletakkan berlawanan dengan
alternatif solusinya, misalnya reforma agraria dan tata kelola
kepemilikan bersama pada kepemilikan komunal. Klaim dan
penolakan-klaim telah diciptakan bagi hak kepemilikan tanah
sebagai upaya mendorong ketahanan mata pencaharian dalam
menghadapi alienasi tanah secara tidak adil atau dengan paksaan,
suatu situasi yang dikenal luas sebagai perampasan tanah.
Hirsh berusaha memproblematisasi sejumlah metode yang
digunakan dalam rangka memberikan hak milik atas tanah. Kritik
tersebut dikonstruksi guna melawan formalisasi hak kepemilikan
tanah, dan debat dibingkai dalam konteks perampasan tanah.
Keragaman perspektif mengenai hak kepemilikan tanah di Asia
Tenggara bukan hanya karena ada kontradiksi posisi, melainkan juga
berangkat dari argumentasi yang mempertemukan para pihak atau
justru memisahkan mereka. Menyoroti suatu kebijakan tidak akan
cukup memuaskan meskipun didiskusikan secara akademik maupun
secara kemasyarakatan. Ini karena sorotan atas kebijakan cenderung
sebatas seperangkat ‘permainan kata’ (conundrums). Sehingga
analisis kebijakan itu lebih tampak sebagai kontradiksi internal dan
dilema akibat perbedaan pendekatan kebijakan pertanahan.
Hirsh membahas pengalaman di beberapa negara Asia Tenggara
mengenai hak kepemilikan. Pembahasan tersebut ditujukan untuk
mengilustrasikan bagaimana permainan kata (conundrums) dan
isu kepemilikan menempatkan para aktor saling berhadapan
satu sama lain. Ini dimulai dari program kepemilikan tanah dan
penempatannya pada kebijakan pertanahan yang lebih luas, juga
pada politik pertanahan di negara yang berbeda. Terdapat kesamaan
dalam hal pendekatan khusus hak kepemilikan tanah yang didukung
oleh institusi pengembangan internasional, yang mana pendekatan
tersebut cenderung bertentangan dengan konteks historis, sosial
dan politik, dimana pendekatan tersebut dilakukan.
Selanjutnya Hirsch berusaha mengidentiikasi cakupan hak atas
tanah sebagaimana diartikulasi para aktor, mengkaitkannya dengan
contoh perampasan tanah, dan wacana mengenai perampasan