Page 143 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 143

118   Dwi Wulan Pujiriyani, dkk


            pemerintah  Liberia  tampak  sangat  menguntungkan  perusahaan
            investor  namun  tidak  menguntungkan  Liberia  sendiri. Lebih  dari
            400.000 hektar  perkebunan  kayu  yang dialokasikan  untuk  konsesi
            karbon telah merugikan Liberia lebih dari 8 juta dollar per tahunnya.

                Pemerintah  Liberia  telah  menetapkan  target  bahwa  Republik
            Liberia  akan  menjadi negara  dengan  penghasilan  menengah  pada
            tahun 2030. Dengan demikian, tampaklah peran penting sumber daya
            alam dalam upaya meraih tujuan tersebut. Pemerintah menyediakan
            lahan yang sangat luas bagi investasi sumber daya alam. Sementara
            itu, Liberia  kurang memiliki kapasitas  untuk  mengatur  aktivitas
            tersebut, baik secara informal maupun formal. Pemerintah Liberia
            juga  kurang mampu  memonitor  konsesi, misalnya  apakah  konsesi
            tersebut menguntungkan Liberia dan warganegaranya, apakah ada
            kewajiban-kewajiban  tertentu  yang harus  dipenuhi perusahaan,
            apakah syarat-syarat ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan sudah
            mengakomodasi kepentingan Liberia, dan apakah investasi tersebut
            sesuai dengan  syarat-syarat  pelestarian  lingkungan. Berangkat
            dari keprihatinan  tersebut, maka  diperlukan  suatu  institusi yang
            berperan  mengawasi transparansi kontrak, bukan  hanya  di atas
            kertas, namun benar-benar konkret menguntungkan Liberia.


            (VRP)
            Keterangan: Artikel dapat diunduh di http://www.future-agricultures.org


            I.47. Visser, O. and M. Spoor (2011). “Land grabbing in Post-
            Soviet Eurasia: the World’s Largest Agricultural Land Reserves
            at Stake.” Journal of Peasant Studies 38(2): 299-323.

            Kata Kunci: Eurasia, perampasan tanah, investasi, akumulasi


                Perampasan  tanah  di Afrika  oleh  China  dan  sejumlah  negara
            berpendapatan tinggi di Asia, seperti Korea Selatan, telah mendapat
            perhatian yang besar. Sementara itu, perampasan tanah di negara-
            negara  post-Soviet  kurang mendapat   perhatian  secara  luas.
            Bagaimanapun, sebagaimana  ditunjukkan  Visser  dan  Spoor  dalam
            artikel ini, negara  asing dan  perusahaan  swasta  juga  melakukan
   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148