Page 147 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 147

122   Dwi Wulan Pujiriyani, dkk


            yang cepat  dan  dinamika  yang kompleks   dalam  kesepakatan
            tanah  skala  luas  akhir-akhir  ini, terutama  yang berimplikasi pada
            kepemilikan lahan, proses dan batasan ketenagakerjaan, serta struktur
            akumulasi. Bagian  pertama  kajian  ini berusaha  melihat  implikasi
            dari pendekatan  ekonomi politik  agraria. Mula-mula  kita  akan
            menjelaskan kontinuitas dan kontras antara perebutan lahan secara
            historis  dan  kekinian. Kemudian, kita  akan  merinci keberagaman
            bentuk dan penyebab terjadinya perebutan lahan ke dalam 6 (enam)
            mekanisme  yang logis. Dalam  sesi selanjutnya  berusaha  dilakukan
            narasi kritis  terhadap  terjadinya  upaya  pembenaran  terhadap
            kesepakatan-kesepakatan atas tanah, kesalahan-kesalahan argumen
            yang terjadi, dan  proses  terjadinya  inklusi dan  eksklusi, sebelum
            melihat pola resistensi dan konstruksi alternatif.
                Land grab dalam tulisan ini dideinisikan sebagai  akuisisi dalam
            skala  luas  terhadap  tanah, hak-hak  terkait  tanah, dan  sumberdaya
            tanah oleh korporasi (baik institusi bisnis, nirlaba maupun institusi
            publik). Kajian  fenomena  land grab melihat  terjadinya  dinamika
            dalam  kepemilikan  yang mengubah     sistem  ketenagakerjaan
            buruh  tani. Dinamika  kepemilikan  tersebut  berupa; a) hilangnya
            kepemilikan  terhadap  tanah, air, hutan  dan  sumberdaya  lainnya;
            (b) konsentrasi kepemilikan, privatisasi dan transaksi kepemilikan.
            Meskipun terdapat bentuk investasi yang spekulatif, tujuan land grab
            pada umumnya adalah untuk membangun produksi pertanian dalam
            skala besar guna menjamin kepastian produk-produk pertanian.

                Mekanisme  land grab bervariasi. Pada  masa  kolonial proses
            ini terjadi dengan memanipulasi tanah ‘tak jelas’ (meski jelas telah
            dikuasai dan digunakan secara tradisional) menjadi tanah yang ‘tak
            bertuan’ (tidak  ada  pemiliknya) dan  menjadikannya  milik  negara
            secara  ‘resmi’. Di akhir  masa  penjajahan  atau  pasca  kemerdekaan
            banyak  negara  dan  masyarakat  sipil yang berupaya  membetulkan
            distorsi sejarah dengan land reform dan sebagainya, guna mengakhiri
            pola  kepemilikan  pribadi yang luas  dan  mendistribusikan  lahan
            kepada rakyat kecil. Pada paruh abad 20, Bank Dunia juga melakukan
            hal yang sama sebagai strategi pembangunan pertanian. Kini, banyak
            pemerintah dan organisasi internasional mendukung akuisisi lahan
   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152