Page 175 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 175
150 Dwi Wulan Pujiriyani, dkk
teoritis dan didominasi oleh pendapat yang telah terbentuk
sebelumnya. Untuk menyediakan bukti yang yang lebih baik bagi
perdebatan, artikel ini difokuskan pada tiga hal. Pertama, Deininger
menemukan bahwa permintaan tanah baru yang meroket setelah
kenaikan harga komoditas pada tahun 2007-2008, tetap berada
di tingkat yang tinggi, dengan fokus di Afrika dan negara-negara
yang lemah dalam hal perlindungan hak atas tanah. Sejumlah
negara mentransfer tanah dalam areal luas kepada investor, lebih
sering lokal, dengan keuntungan terbatas dan dalam banyak kasus
memiliki dampak negatif akibat proses yang lemah dan kapasitas
yang terbatas.
Kedua, fokus terhadap permintaan dan pengukuran potensi
agroindustri terhadap peningkatan produktivitas pada area
penanaman saat ini, yang memungkinkan identiikasi negara-
negara yang menjadi konsentrasi permintaan atas ekspansi tanah.
Pada akhirnya, analisis komparatif kebijakan publik yang menyoroti
kebutuhan pangakuan hak, memperhatikan transfer tanah secara
suka-rela, transparan, dan memang dibutuhkan melalui sudut
pandang ekonomi, sosial, dan lingkungan, yang mana kesemuanya
itu merupakan syarat untuk mereduksi dampak negatif.
(VRP)
Keterangan: Artikel dapat diunduh di http://www.tandfonline.com
II.9. Fernandes, B. M., C. A. Welch, et al. (2010). “Agrofuel Policies
in Brazil: Paradigmatic and Territorial Disputes.” Journal of
Peasant Studies 37(4): 793-819, http://www.tandfonline. com,
diakses pada 29 Mei 2012.
Kata Kunci: Brazil, agrofuel, tebu, pedesaan, sengketa, reforma agraria
Ekspansi hasil pamen agro-energi telah menantang banyak
pihak memikirkan kembali kebijakan-kebijakan, wilayah-wilayah,
agensi manusia, dan paradigma-paradigma yang digunakan untuk
menjelaskannya. Di Brazil, kebijakan-kebijakan yang mendukung
ekspansi agro-energi dan intensiikasi produksinya telah