Page 177 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 177
152 Dwi Wulan Pujiriyani, dkk
skema tanah dunia. Investasi di sektor pertanian mencapai 3 kali
lipat dalam dekade terakhir, dari 2,5 tiliun dollar pada tahun 2002
menjadi 6-8 tiliun dollar pada tahun 2012. Peningkatan ini di satu
sisi dinilai sebagai sebuah kemajuan. Namun di sisi lain, dianggap
meningkatkan resiko. Hal ini dapat ditengarai dari banyaknya
keluhan masyarakat yang terkena dampak investasi. Keluhan yang
bermunculan sejak tahun 2008 itu menyebut bahwa Bank Dunia
melanggar hak-hak tanah mereka.
Meskipun tanggung jawab untuk mengatasi land grabbing berada
di tangan banyak aktor, dari mulai pemerintah negara berkembang
sampai para investor swasta, penulis berpendapat bahwa Bank Dunia
memiliki peran besar untuk melakukan banyak perubahan. Bank
Dunia memainkan peran vital akuisisi tanah dalam banyak cara yaitu;
1) sebagai sumber dukungan keuangan langsung untuk investasi
tanah; 2) sebagai penasihat kebijakan bagi pemerintah negara
berkembang; 3) sebagai penetap standar bagi investor. Itu dapat
menjadi langkah vital pertama untuk mengendalikan perburuan
tanah dengan membekukan investasi akuisisi tanah berskala besar
dalam waktu enam bulan dan menempatkannya dalam peraturan.
Seperti diketahui sejak sepuluh tahun terakhir, telah terjadi
pembelian tanah dalam jumlah luar biasa hampir seluas 8 kali
ukuran negara Inggris. Harga tanah melonjak dengan sangat drastis.
Dengan adanya kenaikan harga pangan selama 3 tahun terakhir,
minat terhadap tanah meningkat. Hal ini dipicu oleh kepanikan
negara-negara kaya yang berusaha untuk mengamankan pasokan
pangannya serta prospek tanah yang dianggap sebagai investasi
jangka panjang yang menguntungkan. Fakta yang menyedihkan,
sangat sedikit investasi yang memberikan manfaat bagi masyarakat
lokal, yang dapat membantu mereka berjuang mengatasi kelaparan.
Dua pertiga dari kesepakatan yang dibuat selalu saja diikuti problem
kelaparan yang serius. Hal ini terjadi karena sangat sedikit lahan
yang digunakan untuk memberikan makan di negara itu sendiri
atau didistribusikan ke pasar lokal. Tanah-tanah ini dikategorikan
sebagai tanah yang dibiarkan kosong, sehingga oleh para spekulan
dimanfaatkan sambil menunggu nilai tanah naik dan menjualnya