Page 235 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 235
210 Dwi Wulan Pujiriyani, dkk
terkena dampak. Tidak umum juga bagi investor untuk memberikan
ganti rugi secara pribadi kepada setiap korban. Hal inilah yang
kemudian memicu keretakan dalam komunitas.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah model pertanian yang
dipraktikkan dengan berbasis pada land grabbing seperti produksi skala
luas oleh perusahaan pertanian, dapat berkelanjutan dan benar-benar
berkontribusi pada ketahanan pangan global untuk jangka panjang?
Dari sudut pandang ekologi, pertanian monokultur menggunakan
pupuk dan pestisida dalam jumlah besar yang sangat beresiko untuk
biodiversity dan untuk keseimbangan air. Land grab juga didukung
oleh decision maker di negara berkembang yang tidak bertanggung
jawab dan korup. Di banyak negara berkembang, perjanjian seringkali
bersifat tidak formal, dan pengambilalihan tanah secara ilegal tidak
bisa dicegah jika sistem kebijakan yang ada tidak punya kekuatan
atau korup. Kurangnya dokumen mengenai hak-hak tanah dan
sulitnya menguatkan hak-hak ini membuat investor asing dan elite
lokal semakin mempermudah pengambilalihan tanah. Sebagian
negara tidak memiliki dokumen legal atas tanah dan pada waktu yang
bersamaan mereka mempromosikan sumber daya alam mereka yang
kaya seperti tanah pertanian yang subur dan air, dan memikat investor
dengan janji sebuah iklim investasi yang menguntungkan dan tenaga
kerja yang murah. Khususnya pada negara-negara yang memilki
kontrol parlemen atau masyarakat sipil yang lemah, kelompok elit
biasanya berupaya memperkaya diri mereka sendiri.
Investasi pada tanah-tanah pertanian pada kenyataannya
memunculkan banyak resistensi seperti protes di Madagaskar yang
ditujukan pada perusahaan dari Korea Selatan. Kasus lain juga
dicontohkan dari Kamboja, livelihood awal masyarakat menghilang
karena konsesi hutan dan pertanian. Pihak investor mengatakan
bahwa mereka mengusahakan pertanian di tanah yang ’terlantar’
untuk berkontribusi pada ketahanan pangan global. Tanah yang
disebut terlantar atau ‘not used’ ini berada di lokasi-lokasi yang ekstrim
seperti di pegunungan. Ketika menyebut tanah bebas untuk dijual
atau disewa, tidak ada data mengenai hak-hak tanah. Semua dokumen
di Kamboja rusak pada masa Kmer Merah, tanah kemudian didaftar