Page 284 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 284
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 259
dan ekowisata serta meningkatkan penghidupan masyarakat
yang bergantung pada hutan. Sejak tahun 1990, terlihat intervensi
pemerintah yang melarang masyarakat lokal untuk menggunakan
hutan yang mereka miliki. Padahal di wilayah bufer zone ini tinggal
sekitar 75.000 masyarakat. Akibat pelarangan tersebut, dampak
terbesar adalah berkurangnya pendapatan dari pengumpulan hasil
hutan, serta hilangnya padang rumput untuk penggembalaan
ternak. Dalam ketiadaan pekerjaan/sumber penghidupan alternatif,
penebangan liar menjadi satu-satunya cara untuk bertahan hidup.
Sementara itu dalam kasus investasi energi alternatif di Berau,
Kalimantan Timur-Indonesia, perubahan penting dalam pengelolaan
SDA telah terjadi sejak era reformasi di tahun 1998, khususnya
dengan adanya kebijakan desentralisasi. Sedikit memiliki kesamaan
dengan Vietnam, pengelolaan SDA berada di bawah kendali
pemerintah lokal. Masyarakat lebih memiliki kebebasan untuk
berbicara dan menuntut pengakuan hak-hak atas tanah mereka,
baik kepemilikan secara adat maupun ulayat. Kebanyakan tanah-
tanah ini secara formal memang tidak diakui, sehingga menjadi
batu sandungan dan menimbulkan konlik. Hal ini terutama terjadi
di wilayah-wilayah dimana investasi untuk pembangunan pertanian
dan eksploitasi SDA dilakukan di atas tanah-tanah adat. Di Berau,
kekuatan globalisasi memainkan peranan penting dalam percepatan
pertumbuhan ekonomi. Perlu dicatat bahwa sejak desentralisasi
pengelolaan SDA, terjadi perubahan peruntukan tanah yang sangat
dramatik. Wilayah hutan mengalami penurunan secara signiikan
dan pembalakan hutan semakin meningkat. Areal perkebunan
meningkat dua kali lipat (terutama kelapa sawit) dan akan semakin
meluas seiring dengan target yang telah ditetapkan pemerintah
untuk meningkatkan luasan perkebunan kelapa sawit dan kayu.
Selain sawit, proses konversi tanah dramatis yang terjadi di Berau
dipicu juga oleh pembukaan pertambangan batu bara berskala
luas. Saat ini, terdapat 71 perusahaan, baik asing maupun domestik,
yang telah menerima ijin konsesi untuk menambang batubara dari
wilayah ini. PT Berau Coal merupakan perusahaan tambang terbesar
di Kabupaten Berau dengan wilayah konsesi seluas 118.400 ha dengan
produksi tahunan yang dihasilkan sejumlah 17,5 juta ton per tahun.