Page 289 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 289

264   Dwi Wulan Pujiriyani, dkk


            pembayaran  kompensasi tidak  dilaksanakan; keuntungan   yang
            dijanjikan  tidak  diberikan; kebun  untuk  petani tidak  dibagikan
            atau  dibangun; petani dibebani dengan  kredit  yang tidak  jelas;
            kajian  mengenai dampak  lingkungan  terlambat  dilakukan; lahan
            tidak dikelola dalam waktu yang ditentukan, penolakan masyarakat
            ditekan melalui kekerasan dan pengerahan aparat; serta pelanggaran
            hak asasi manusia serius.
                Hal ini menunjukan  bahwa  masyarakat  adat  Indonesia  secara
            sistematis  tersingkir  dari warisan  leluhur  mereka  (tanah, hutan,
            sumber  penghidupan  dan  budaya) oleh  perkebunan  kelapa  sawit
            tanpa  menghargai hak   dan  kepentingan   mereka. Walaupun
            konstitusi Indonesia  bertujuan  untuk  melindungi hak  masyarakat
            adat, sejumlah kebijakan dan hukum memungkinkan hak tersebut
            diabaikan ‘demi kepentingan nasional’. Bahkan ketika perundingan
            dengan  masyarakat   terjadi, mereka  tidak  pernah  diberikan
            kesempatan untuk mengatakan ‘tidak’ atas pengambil-alihan tanah
            mereka, dan  tidak  pernah  diberitahukan  bahwa  hak-hak  mereka
            dihapuskan dalam proses pembangunan perkebunan.
                Penelitian ini mengungkap bahwa proses-proses yang mengarah
            pada  pelanggaran  hak  dalam  pembangunan  perkebunan  kelapa
            sawit  bersumber  dari; 1) kontradiksi hukum, gagal menjamin  hak
            masyarakat  adat  namun  pada  saat  yang sama  terus  mendorong
            pengambilalihan  lahan  untuk  proyek-proyek  komersial atas  nama
            kepentingan nasional; 2) tidak adanya peraturan mengakibatkan tata
            cara pengakuan terhadap hak-hak kolektif masyarakat hukum adat
            tidak  jelas; 3) lemahnya  kapasitas  kelembagaan, birokrasi, badan
            pertanahan baik di tingkat daerah dan pusat membuat pengakuan
            terhadap hak ulayat (adat) sulit; 3) kebijakan pusat dan daerah serta
            proses  perencanaan  tata  ruang mendukung konversi tanah-tanah
            ulayat  dan  hutan  adat  menjadi perkebunan  kelapa  sawit  untuk
            meningkatkan pendapatan daerah dan pusat.


            (DWP)
            Keterangan: Buku merupakan koleksi pribadi (lucia_wulan@yahoo.
            com)
   284   285   286   287   288   289   290   291   292   293   294