Page 288 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 288

Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi  263


              Programme, Huma    dan  the  World Agroforestry  Centre  terhadap
              peraturan  perundangan  yang mengatur  pembebasan  lahan  untuk
              pembangunan   perkebunan  di Indonesia. Penelitian  multidisiplin
              dilakukan untuk melihat proses hukum dan kelembagaan pengadaan
              tanah  untuk  penanaman  kelapa  sawit  di Indonesia  dengan  fokus
              pada hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat.
                  Data  untuk  tulisan  ini diperoleh  melalui kajian  lapangan  pada  6
              (enam) perkebunan kelapa sawit di 3 daerah yaitu Kabupaten Lampung
              Barat di Propinsi Lampung, Kabupaten Sanggau di Propinsi Kalimantan
              Barat, Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatra Barat. Wawancara
              mendalam dilakukan dengan tokoh dan anggota masyarakat, pejabat
              pemerintahan  di tingkat  daerah  dan  propinsi, Organisasi Non
              Pemerintah  (Ornop), para  peneliti, pejabat  perusahaan, peneliti dan
              professor dari universitas dan anggota dewan di tingkat daerah.

                  Penelitian  ini menunjukan  bahwa  setiap  propinsi memiliki
              penerimaan  yang berbeda-beda  terhadap  hak  atas  tanah  pada
              masyarakat  lokal. Di Kalimantan  Barat, hak  ulayat  tanah  adat  diberi
              sedikit  pengakuan  yang sebagian  besar  diakui sebagai hak  pakai atas
              negara. Di Lampung, hak ulayat diterima dalam pengadilan ajudikasi
              tetapi administrasi pemerintahan jarang sekali mengakui hak komunitas
              pada  tanah, dan  sebaliknya  lebih  memilih  mengeluarkan  status  hak
              milik  perorangan  kepada  warga  desa. Di Sumatra  Barat  sebaliknya,
              pemerintah  propinsi mengkakui hak  tanah  ulayat  milik  bersama  dan
              juridiksi kelembagaan  adat  sebagai lembaga  pemerintahan  sendiri
              (Nagari) dan komunitas diperlakukan sebagai pemilik hak.
                  Studi kasus  mengungkapkan    bahwa  masyarakat  setempat
              mengalami persoalan    serius  dan  sebagian  besar  mengalami
              konlik  atas  tanah  dengan  perusahaan. Muncul perasaan     di tengah
              masyarakat bahwa mereka ditipu atas tanah mereka, dijebak dalam
              kesepakatan dan janji-janji palsu, serta mengabaikan suara mereka
              dalam proses pembuatan kebijakan. Beberapa penyimpangan yang
              terjadi antara lain; hak ulayat tidak diakui; perkebunan kelapa sawit
              dibangun tanpa perizinan dari pemerintah; informasi tidak diberikan
              kepada komunitas; kesepakatan untuk mufakat tidak dirundingkan;
              pemuka  adat  dimanfaatkan  untuk  memaksakan  penjualan  tanah;
   283   284   285   286   287   288   289   290   291   292   293