Page 292 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 292
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 267
dan Malaysia, yang keduanya menyuplai 80% kebutuhan dunia,
diikuti Papua New Guinea sebagai peringkat ketiga namun masih
sedikit mendapat perhatian. Namun demikian, kajian mengenai
kelapa sawit di negara-negara Asia Tenggara lainnya belum cukup
memadai, sehingga pertanyaan mengenai apakah ekspansi kelapa
sawit di negara-negara lain tersebut memiliki dampak yang sama
dengan apa yang terjadi di Indonesia dan Malaysia, misalnya dalam
hal perampasan tanah, atau konlik sosial, atau apakah masyarakat
adat dan petani diuntungkan oleh ekspansi tersebut.
Buku ini merupakan suatu proyek rintisan yang diupayakan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Melalui
kolaborasi antara Forest Peoples Programme, SawitWatch, the
Samdhana Institute, dan Centre for People and Forests, yang mana
kesemuanya adalah kolaborator the Rights and Resources Initiative,
untuk mengkonsolidasikan berbagai informasi dari Indonesia,
Malaysia, Papua New Guinea, dan melengkapinya dengan riset
baru dari Thailand, Cambodia, Vietnam dan Filipina, begitu juga
merangkup berbagai literatur yang lebih luas.
Sektor kelapa sawit dunia berada dalam fase ekspansi yang sangat
cepat. Ekspansi ini mendapat tentangan dari sejumlah organisasi
masyarakat sipil nasional dan internasional yang memandang
bahwa terlah terjadi sejumlah hal yang merupakan persoalan besar,
di antaranya akuisisi tanah yang diskriminatif; perambahan hutan
untuk lahan sawit yang telah mendorong kehancuran ekosistem,
kepunahan satwa, dan kenaikan suhu bumi atau efek rumah kaca;
disposesi masyarakat lokal, dan kondisi masyarakat miskin yang
semakin memprihatinkan.
Permintaan global terhadap minyak goreng dan biodisel,
perdagangan internasional, ekskalasi harga komoditas, gelombang
investasi internasional, adalah sekian banyak pendorong ekspansi
kelapa sawit. Namun demikian, permintaan domestik juga sangat
signiikan. Pemerintah sangat mendorong perkebunan kelapa
sawit karena untuk memenuhi kebutuhan domestik, mereduksi
ketergantungan negara terhadap bahan bakar fosil dan membatasi
kerugian mereka pada perdagangan laur negeri. Lebih lanjut,