Page 333 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 333

308   Dwi Wulan Pujiriyani, dkk


            dan  menjanjikan  perubahan, disambut  dengan  sukacita  sebagai
            harapan  untuk  bebas  dari ketertinggalan. Warga  pun  bersedia
            menyerahkan  tanah  untuk  dimanfaatkan  atau  diolah  perusahaan
            menjadi kebun  kayu  akasia, kebun  tebu, kebun  sawit, dan  kebun
            singkong. Pada  kenyataannya, gelombang investasi memberikan
            dampak luar biasa bagi orang Marind. Uang telah melepaskan ikatan-
            ikatan  orang Marind dengan  tanahnya, menyebabkan  kerusakan
            hutan, rawa dan sungai yang menjadi sumber materiil, kelengkapan
            budaya Marind dan identitas kemanusiaan Marind. Uang kompensasi
            telah merusak kekerabatan dan rasa kebersamaan karena pertikaian
            tentang siapa  yang lebih  berhak  atas  tanah, siapa  yang harus
            mendapatkan  apa  dan  berapa  jumlahnya. Mekanisme  adat  untuk
            memberikan  sanksi melalui suanggi  atau  dukun  telah  digunakan
            untuk mengintimidasi mereka yang tidak mau menyerahkan tanah
            atau  mereka  yang ingin  menguasai tanah  keluarga. Rantai akibat
            kehilangan tanah menjadi panjang dan mencekam.
                Tulisan  ini merupakan  hasil kolaborasi penelitian, pendidikan
            kritis  dan  pembuatan  ilm  untuk  pendidikan  dan  kampanye  yang
            dilakukan  oleh  empat  institusi: Sekretariat  untuk  Keadilan  dan
            Perdamaian  Keuskupan   Agung Merauke    (SKP-KAM), Sajogyo
            Institute, Indonesian Society for Social Transformation (INSIST) dan
            Komunitas Perilman Intertekstual (Kopi). Tulisan ini merupakan
            karya  etnograis  yang  menyajikan  temuan-temuan  penting  di
            delapan  kampung aliran  Kali Kumbe, Bidan  dan  Koloi.  Informasi
            yang disajikan dimaksudkan untuk menggambarkan dan menelaah
            secara lugas persoalan-persoalan yang menjadi pemantik perubahan
            sosial, ekonomi, dan budaya dalam kehidupan orang Marindd secara
            khusus dan perubahan besar sosial ekologis yang sedang dirancang
            dan  sudah  terjadi di tanah  Merauke  dengan  diberikannya  konsesi
            kehutanan dan pertanian dalam payung program MIFEE.

                Tulisan  ini berupaya  memadukan  aspek  kemanusiaan  Marind
            Anim dalam konteks rencana pembangunan pemerintah (Masterplan
            Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang
            disebut  sebagai politik  perampasan  tanah  dikaitkan  dengan  adat
            istiadat  dan  mentalitas  Marind Anim  yang kurang diperhatikan
   328   329   330   331   332   333   334   335   336   337   338