Page 336 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 336

Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi  311


              Land grabbing  telah  menjadi kecenderungan  baru  bentuk-bentuk
              investasi negara-negara kaya ke negara-negara berkembang. Praktik
              global ini dipicu oleh kecemasan dunia atas krisis pangan dan energi.
                  Dalam  perspektif  HAM, praktik  land grabbing  menimbulkan
              dampak  serius  pada  upaya-upaya  perwujudan  HAM. Kehilangan
              akses atas tanah dan sumber-sumber agraria lainnya akan berdampak
              pada hak atas standar penghidupan yang layak termasuk di dalamnya
              hak atas pangan, perumahan dan air, serta hak untuk menentukan
              diri sendiri (self determination), hak  atas  pembangunan, dan  hak
              untuk  berpartisipasi dalam  kehidupan  budaya. Hak-hak  sipil dan
              politik  seperti misalnya  hak  berpartisipasi dalam  urusan-urusan
              publik dan hak memperoleh informasi yang memadai akan terancam
              ketika  negosiasi dan  implementasi Large Scale Land Acquisitions
              dilakukan dengan cara-cara yang tidak partisipatif.

                  Dengan  menggunakan   konsep  accumulation by dispossesion,
              ditemukan  bahwa  pembangunan  pertanian  berskala  besar  tersebut
              menimbulkan    dampak   serius  terhadap  kemunculan  Internal
              Displacement Person  yaitu  orang-orang yang tercerabut  dari tanah,
              hutan, dan  sumber  penghidupannya. Hal ini dapat  dilihat  dalam
              beberapa  hal. Pertama, kesenjangan  sosial budaya  masyarakat  yang
              berada di sekitar proyek MIFEE. Kesenjangan terlihat dari rendahnya
              pendidikan masyarakat Papua yang bercampur dengan moda produksi
              bukan  modern  yaitu  berburu-meramu. Modernisasi moda  produksi
              mensyaratkan ketrampilan dan kemampuan tertentu yang dibutuhkan
              oleh  logika  industri. Dengan  tingkat  pendidikan  yang rendah  dan
              ketrampilan yang tidak memadai, orang-orang Merauke ini akan sulit
              terserap ke sektor pertanian modern tersebut, sementara di sisi lain tanah
              dan  hutan  yang selama  ini menopang dan  menjadi basis  kehidupan
              masyarakat  telah  hilang. Kedua, terjadinya  perubahan  komposisi
              monograis  yang besar  akibat  kebutuhan  tenaga  buruh  yang sangat

              tinggi. Hal ini akan memaksa untuk mendatangkan tenaga buruh dari
              luar  dengan  pertimbangan  lebih  memiliki keahlian, ketrampilan, dan
              kemampuan yang lebih tinggi dari masyarakat lokal. Ketiga, Modernisasi
              pertanian dalam proyek MIFEE dipastikan akan bekerja dalam logika
              akumulasi kapital. Proses  ini jika  tidak  secara  positif  melibatkan
              masyarakat  lokal dan  tidak  mempersiapkan  jaring pengaman  dari
   331   332   333   334   335   336   337   338   339   340   341