Page 357 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 357
332 Dwi Wulan Pujiriyani, dkk
krisis merupakan salah satu argumen kuat yang menjadi jalan
masuk. Selain wacana serba krisis, terminologi juga dipakai untuk
memuluskan jalan pengambilalihan tanah. Oleh karena itulah
kemudian muncul terminologi yang beragam untuk menyebut
istilah pengambilalihan tanah yaitu ‘large scale land acquisition yang
diusung oleh World Bank, atau ‘land grabbing’ yang diusung oleh
GRAIN-sebuah LSM asal Spanyol. World Bank dan Grain melihat
‘pengambilalihan tanah’ dalam perspektif yang berbeda. World Bank
termasuk sebagai salah satu pendukung pengambilalihan tanah
dengan argumennya sebagai peluang untuk pembangunan dan
kemanfaatan yang luas bagi masyarakat, sementara itu Grain melihat
pengambilalihan tanah sebagai sebuah upaya sistematis untuk
menyingkirkan petani. Sementara itu International Land Coalition
(ILC) yang mengklaim dirinya sebagai lembaga internasional yang
mewadahi aneka corak lembaga yang berkepentingan pada masalah
tanah, meluncurkan terminologi yang juga berusaha untuk obyektif,
berada di tengah-tengah, yakni: Commercial pressure on land atau
tekanan komersial atas tanah. Melalui terminologi inilah, ILC
berupaya untuk menempatkan proses pengambilalihan tanah bukan
sebagai sesuatu yang harus diharamkan, tetapi sebagai sesuatu yang
harus diatur. Pengaturan inilah yang berperan untuk mengarahkan
proses pengambilalihan tanah itu akan menjadi sesuatu yang
berdampak positif atau berdampak negatif.
Land grab, akuisisi tanah atau tekanan komersial terhadap
tanah dapat dikatakan sebagai peta baru penguasaan tanah yang
hadir dengan dalih krisis pangan. Cara bekerja atau mekanisme
dari pengambilalihan tanah dapat dilihat dalam istilah yang disebut
Harvey sebagai overaccumulation dimana tanah dilihat sebagai ruang
untuk menyalurkan kelebihan akumulasi kapital di suatu tempat.
Hal ini berangkat dari konsep De Angelis bahwa akumulasi kapital
selalu mengandung tuntutan kontinuitas; selalu harus dimulai dan
dimulai lagi. Cara kerja ekspansi kapitalistik inilah yang kemudian
disebut sebagai akumulasi melalui penghilangan kepemilikan atau
accumulation by dispossession (Harvey 2003). Cara perolehan tanah
dilakukan baik secara legal maupun illegal. Dalam kategori illegal
yakni melalui suatu perjanjian transaksi tanah yang memotong