Page 361 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 361

336   Dwi Wulan Pujiriyani, dkk


            pada  wacana  kebijakan  tentang agricutural estate  karena  penulis
            beranggapan  bahwa  dari sinilah  kekerasan  dalam  dispossesion by
            displacement dianggap sebagai sesuatu yang alamiah. Dalam hal ini
            wacana  enclosure/pengusiran  ditampilkan  dengan  sense  sebagai
            sesuatu  yang rasional, sebuah  proyek  masa  depan, bukan  sesuatu
            yang negatif, brutal atau  tidak  memberdayakan. Cara-cara  negara
            melalui konsep  ‘modern estate’  dalam  menciptakan  ‘kebutuhan’
            dan  ‘desain’ untuk  memproduksi pangan  dan  energi dalam  skala
            yang luas  di daerah-daerah  pinggiran  adalah  fokus  lebih  lanjut
            yang dieksplorasi. Wacana  kebijakan  dimunculkan  dengan  janji
            negara  bahwa  krisis  pangan  dan  energi bisa  menjadi kesempatan
            menuju  corporate  agriculture  estate. Secara  umum  tulisan  terbagi
            menjadi 3 bagian  utama  yaitu: 1) Pendekatan  teoritikal untuk
            memahami MIFEE dengan        mengkontekstualisasikannya  pada
            proses  perampasan  tanah  sebagai sebuah  prasyarat  penting untuk
            membangun   pertanian  industrial; 2) Penjelasan  mengenai proses
            kebijakan  dalam  konsep  ‘estate’ bersamaan  dengan  wacana  krisis
            pangan dan energi yang dipakai untuk menaturalisasi perampasan
            tanah; serta 3) Kontekstualisasi argumen dalam literatur ‘global land
            grab’.
                Cerita  tentang  kehadiran  Ariin  Panigoro  yang  mengadopsi
            konsep Thomas Friedman dan mewacanakan ‘latten Indonesia from
            Merauke’ mengawali paparan mengenai kasus MIFEE. Merauke yang
            masih  perawan  dipandang potensial untuk  dikembangkan  sebagai
            sentra  produksi pangan. Dari sinilah  muncul konsep  Merauke
            Integrated Food and Energi Estate  (MIFEE) dengan   slogannya
            ‘Pangan  untuk  Indonesia- Pangan  untuk  dunia’. Muncullah  kasus
            ‘berpindah’nya  tanah  orang Marind kepada  Medco  seluas  350.000
            hektar. Medco  menyetujui untuk  menggunakan    tanah  dengan
            memperhatikan   lingkungan  secara  bijak. Penulis  mengidentiikasi
            adanya dua mekanisme naturalisasi perampasan tanah dari proses
            kebijakan  MIFEE yaitu: 1) penyebarluasan   konsep  korporasi
            perkebunan  bersama  dengan  wacana  krisis  pangan  dan  energi
            dan  2) Regulasi yang dimandatkan  pada  pemerintah  lokal untuk
            memasukan MIFEE dalam rencana tata ruang provinsi.
   356   357   358   359   360   361   362   363   364   365   366