Page 369 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 369

344   Dwi Wulan Pujiriyani, dkk


            kerja  pertanian, hilangnya  sumber  pendapatan  bagi perempuan,
            keterlibatan  mereka  secara  illegal sebagai pemungut  brondolan
            sawit  yang jatuh. Dalam  komunitas  Dayak  Hibun, meskipun
            perempuan  tidak  memainkan  peran  dalam  politik  formal, mereka
            memiliki akses  terhadap  tanah. Perempuan  Dayak  mewarisi tanah
            dari orang tua mereka dan mengacu pada pimpinan adat tidak ada
            diferensiasi gender dalam pewarisan tanah. Jumlah yang diwariskan
            biasantya  tergantung pada  siapa  anak  yang akan  merawat  orang
            tuanya. Seorang anak  yang akan  merawat  orang tuanya  langsung
            akan mewarisi property orang tuanya lebih banyak. Dengan ekspansi
            sawit, hilangnya  penguasaan  perempuan  atas  tanah  terjadi karena
            sistem  pendaftaran  smallholder  didasarkan  pada  kepala  keluarga,
            baik dalam skema PIR TRANS maupun KKPA. Konsep kepala keluarga
            di Indonesia mendesain suami sebagai kepala keluarga, kecuali jika
            seorang perempuan  bercerai atau  menjadi janda. Meskipun  secara
            formal tidak ada batasan gender untuk bisa berpartisipasi menjadi
            petani plasma, dalam  praktiknya  laki-lakilah  yang menjadi kepala
            keluarga  dan  didaftar  sebagai smallholder, yang teregistrasinya
            bisanya  adalah  laki-laki. Perempuan  menjadi kehilangan  hak
            warisnya  ketika  sang suami yang terdaftar  sebagai petani plasma.
            Hilangnya  hak  atas  tanah  pada  perempuan  membatasi akses
            perempuan pada sumber-sumber kredit formal karena mereka tidak
            memiliki jaminan yang secara hukum atas nama mereka. Kehadiran
            perkebunan  kelapa  sawit  menyebabkan  perempuan  menghabiskan
            lebih  banyak  waktu  dalam  kerja  pertanian  dibandingkan  laki-
            laki, terutama  dalam  pemeliharaan  Padahal dalam  kultur  dayak
            Hibun, seharusnya  laki-lakilah  yang menjadi pencari nakah  dalam
            keluarga. Faktanya  perempuan  harus  bekerja  menjadi petani di
            kebun sawit, menjadi buruh atau pemungut brondolan sawit untuk
            memperoleh penghasilan untuk keluarga, secara normatif ini hanya
            dianggap tambahan dari penghasilan keluarga. Masuknya sawit juga
            telah  menggerus  sistem  pangari (gotong royong tradisional untuk
            pertanian), sistem  pangari menjadi kehilangan  sifat  resiprosikal
            dan karakternya yang non moneter berubah menjadi komersial. Di
            perkebunan sawit juga muncul kelas pekerja dimana dibandingkan
            dengan laki-laki perempuan hanya bisa menjadi buruh harian (daily
   364   365   366   367   368   369   370   371   372   373   374