Page 64 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 64
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 39
dan praktik politis yang bebas. Melalui rasionalitas tersebut,
mekanisme perampasan tanah menghasilkan perubahan penggunaan
tanah, relasi kepemilikan, dan rezim perburuhan. Semua proses
tersebut mengambilalih kendali kekayaan lokal yang berbasis tanah.
Politik perampasan tanah dibentuk secara persuasif maupun secara
koersif melalui taktik pemerintah yang sangat dominan.
Berdasarkankan tempat, praktik perlawanan sehari-hari
berkelindan dengan politik advokasi ekonomi, lingkungan,
budaya, dan politik dalam mengembangkan suatu kehidupan yang
berbeda. Masyarakat adat yang berbeda kelas, gender, dan generasi
terus melakukan mobilisasi berdasarkan identitas kolektif, baik
identitas etnis maupun identitas kelas. Berangkat dari diskursus
mobilisasi yang penuh problematika tersebut, perjuangan untuk
mempertahankan akses dan kendali terhadap tanah atau teritorial,
melekat pada klaim pengelolaan sumber daya tanah dan populasi,
berdasarkan rasionalitas non-ekstraktif.
Kelompok adat lokal dan organisasi akar rumput bersinergi dengan
gerakan sosial perkotaan yang militan untuk mengumpulkan dukungan
dan memperluas dampak politis dari perjuangan mereka. Dalam waktu
yang bersamaan, perlawanana berbasis tempat tersebut memungkinkan
relokasi dan penguatan gerakan sosial perkotaan yang militan, dan
pada akhirnya membuka sejumlah kemungkinan bagi pengembangan
mobilisasi interseksional dan klaim yang lebih komprehensif.
Keterangan: Tulisan ini dapat diunduh di www.cornell-landproject.org
I.2. Alejandro Camargo. 2012. “Landscapes of Fear: Water
Grabbing, Wetland Conservation, and the Violence of Property in
Colombia”. Paper pada International Conference on Global Land
Grabbing II, Cornell University, Ithaca, USA, 17-19 Oktober 2012.
Kata Kunci: Colombia, konservasi, transformasi ekologi, konlik,
governmentality, resistensi
Artikel ini mengkaji hubungan antara perampasan air,
governmentality, dan hak milik yang terjadi di Ngarai Sungai Lower