Page 82 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 82

Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi  57


              tanah  mereka  akibat  intervensi aktor  luar. Untuk  melihat  proses
              land grabbing, Benjaminsen  memakai kerangka   Zoomers  untuk
              menjelaskan 7 proses yang berkontribusi pada proses ‘foreignation
              of space’. Benjaminsen  mengkritik  konservasi alam  yang sering
              disebut  sebagai praktik  yang berlabel ’win-win’, namun  pada
              kenyatannya tetap memicu marjinalisasi ekonomi dan politik, hak-
              hak  masyarakat  lokal atas  tanah  dan  sumberdaya  alam  seringkali
              terkalahkan. Serupa  dengan  kritikus  lingkungan, Benjaminsen
              menekankan   argumennya  bahwa  perlindungan  keanekaragaman
              hayati tidak dapat berjalan beriringan dengan proyek pengentasan
              kemiskinan. Dalam  tulisan  ini Benjaminsen  berupaya  menyajikan
              bahasan  mengenai pengelolaan  suaka  margasatwa, hutan  karbon,
              dan konservasi lahan pantai.
                  Afrika  merupakan  salah  satu  negara  target  land grabbing
              karena  memiliki tanah  melimpah  dengan  harga  murah. Sejarah
              land grabbing  di Afrika  dapat  ditelusuri sejak  masa  kolonialisme.
              Kolonialisme  merupakan  contoh  klasik  land grabbing,  hukum
              dan  kebijakan  yang dipakai untuk  masuk  dalam  sektor  tambang,
              pertanian, dan  konservasi. Di Afrika, pasca  kolonialisme, land
              grabbing dipakai sekelompok aktivis untuk menggambarkan bentuk
              pengambilan tanah dan sumberdaya yang dilakukan oleh penguasa.
                  Di Tanzania, tren  konservasi sudah  berkembang sejak  masa
              kolonial dan  memicu  hilangnya  akses  petani kecil, penggembala,
              dan  nelayan  tradisional terhadap  tanah  dan  sumberdaya  alam.
              Sekarang ini, sekitar  40% tanah  di Afrika  berada  di bawah
              penguasaan  berbagai bentuk  proyek  konservasi, yang kemudian
              disebut  dengan  istilah  komunitas  berbasis  konservasi (community
              based conservation). Dalam  praktiknya, praktik  business as usual
              ternyata  tetap  lebih  kental dibandingkan  upaya  menjamin  hak
              dan  kehidupan  masyarakat  lokal. Tulisan  ini menyajikan  contoh
              bagaimana  community based conservation   dalam  proyek  suaka
              margasatwa, hutan, dan wilayah pantai di Tanzania, menyebabkan
              penduduk lokal kehilangan akses terhadap tanah dan sumberdaya
              alam. Komodiikasi keragaman hayati dan sumberdaya alam dipicu
              oleh booming wisata safari (safari tourism) dan proyek REDD. Aktor
   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87