Page 83 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 83
58 Dwi Wulan Pujiriyani, dkk
utamanya adalah jaringan konservasi internasional, donor asing dan
agen pemerintah.
Pengelolaan wisata alam liar di Tanzania hadir melalui
serangkaian peraturan perundang-undangan. Dalam peraturan
Wildlife Policy, yang terbit tahun 1998, masyarakat pedesaan
merupakan bagian penting yang diperhatikan agar wisata alam
liar bisa memberikan manfaat bagi mereka. Management Areas
(WMAs) merupakan instrumen bagi pendekatan pembangunan
yang dianggap lebih ramah. Safari tourism, sport hunting, dan
national park adalah beberapa paket konservasi plus yang kemudian
muncul. Banyak donor yang terlibat dalam sektor ini sejak tahun
1990, mulai dari WWF, GTZ, NORAD USAID, DANIDA. Peraturan-
peraturan yang dibuat beberapa kali mengalami pembaruan karena
ditengarai terjadi korupsi besar-besaran wildlife sector pada tahun
2007. Hal ini menyebabkan sebagian besar donor menarik diri. Saat
ini dua sumber pendapatan utama dari pengelolaan alam liar di
Tanzania terletak pada foto safari dan olah raga berburu. Proses ini
berimplikasi pada transfer dan kontrol sumberdaya dari level lokal
ke otoritas pusat, kelompok konservasi internasional dan bisnis
pariwisata. Banyak konlik yang kemudian terjadi. Tanah-tanah
yang dipakai untuk perburuan merupakan tanah masyarakat, tetapi
karena wildlife secara formal merupakan properti pemerintah, maka
uang yang diperoleh dari perusahaan perburuan yang berburu di
lokasi desa tersebut, langsung masuk ke pemerintah pusat.
Terjadi juga tumpang tindih antara olah raga berburu dan wisata
potograi ( photographic tourism). Pembangunan perkemahan
untuk perburuan menyebabkan desa harus direlokasi. Terjadi
juga ketidakmerataan pendapatan antara satu desa dengan desa
yang lain. Dalam praktiknya, penyewaan kawasan perburuan ini
penuh dengan korupsi dan tidak transparan. Banyak fakta yang
menunjukkan sektor ini dikontrol oleh jaringan birokrat dan politisi
pusat serta pebisnis asing. Ada keengganan dari pihak-pihak ini
untuk memberikan informasi secara terbuka terkait dengan alokasi
dan pengawasan blok perburuan (hunting block). Blok-blok ini
disewa selama 3 tahunan. Mengacu pada Wildlife Act 2009, setiap
penggembala harus meminta izin terlebih dahulu kepada direktur