Page 97 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 97
72 Dwi Wulan Pujiriyani, dkk
kepentingan di antara para aktor dan institusi yang terlibat dalam
kontestasi hak dan aturan. Liberalisasi sektor tersebut berkontribusi
pada semakin tidak terkelolanya sektor pertambangan.
Privatisasi telah secara gradual memisahkan negara dari para
penambang. Rezim kepemilikan pertambangan yang bertujuan
mengintegrasikan para penambang dengan ekonomi formal justru
telah memarjinalisasi mereka. Sejumlah pertambangan yang
diakuisisi oleh perusahaan swasta dan elit nasional, telah mendorong
para penambang kecil menjual emasnya dalam harga yang sangat
rendah, menyingkirkan mereka dari jaringan formal, dan memicu
terjadinya konfrontasi di lokasi pertambangan tersebut.
Bagi pemerintah pusat, situs pertambangan adalah upaya untuk
mendapatkan kembali kendali atas pertambangan. Upaya ini rupanya
gagal dan justru menciptakan suatu barikade anti kekacauan,
yang pada akhirnya justru menjadikan area pertambangan sebagai
wilayah yang dipenuhi para kriminal. Dengan memahami apa yang
sebenarnya terjadi pada suatu ‘hak yang dipersyaratkan’, maka politik
ekonomi mendahului formulasi rezim hak atas sumberdaya, lalu
mengkonfrontasinya dengan bagaimana hak tersebut dipraktikkan.
Investigasi mengenai jarak antara teori hak dan praktik hak dapat
menjadi petunjuk mengenai perbedaan pengendalian sumberdaya
oleh aktor yang berbeda, dan keterkaitan politis para aktor tersebut.
(VRP)
Keterangan: Artikel ini dapat diunduh di www.cornell-landproject.org
I.21. Cufaro, Nadia & Hallam, David. 2011. “Land Grabbing”
in Developing Countries: Foreign Investors, Regulation and
Codes of Conduct, artikel dalam International Conference
on Global Land Grabbing 6-8 April 2011. Land Deals Politics
Initiative (LDPI). Journal of Peasant dan University of Sussex.
Kata Kunci: Investasi, CSR, Kode etik, perampasan tanah, rantai produksi
Dalam tulisan ini, Cufaro dan Hallam mendiskusikan
pengembangan kerangka investasi asing langsung pada tanah yang