Page 73 - Berangkat Dari Agraria
P. 73
50 Berangkat dari Agraria:
Dinamika Gerakan, Pengetahuan dan Kebijakan Agraria Nasional
kerjaan dari RUU. Sementara protes pakar agraria dan pegiat reforma
agraria menggema, belum mendapat respon setimpal.
Kritik pakar dan pegiat agraria berpusat pada tiga substansi
RUU Cipta Kerja. Pertama, penggunaan konsepsi “hak pengelolaan”
sebagai hak baru yang tidak dikenal dalam UUPA. Hak pengelolaan
ini bisa menjadi dasar menyimpangan hukum agraria atas hak milik,
hak guna usaha, hak guna bagunan dan hak pakai seperti tertuang
dalam UUPA. Hak pengelolaan bisa jadi karpet merah bagi investor
yang meminggirkan hak rakyat atas tanah.
Kedua, konsepsi pemberian “hak guna usaha” yang mencapai
90 tahun bagi korporasi besar. Suatu perusahaan bisa mendapatkan
HGU selama 35 tahun, dan dapat diperpanjang 30 tahun dan 25
tahun secara sekaligus. Ketentuan ini isyarat menghidupkan kembali
hukum agraria kolonial yang telah dikubur UUPA. Logika UUPA,
eksistensi HGU untuk korporasi bermodal besar akan diakhiri tahun
1980-an, lalu ditransformasi menjadi HGU untuk koperasi rakyat.
Ketiga, penempatan konsepsi “bank tanah” yang punya posisi
dan kewenangan luar biasa besar untuk menguasai tanah dan
mengalokasikan penggunaan tanah bagi investor bermodal besar.
Bank tanah yang jamak dalam logika pembangunan kapitalisme
menjadi kelembagaan non-negara. Sejumlah pakar menyuarakan
kritik dan penolakan terhadap konsep bank tanah telah mengganjal
RUU Pertanahan, namun dihidupkan kembali dalam RUU Cipta
Kerja.
Dari sisi prosedur penyusunan, RUU Cipta Kerja juga menuai
kritik. Prof Maria SW Sumardjono, Guru Besar Hukum Agraria UGM,
menyampaikan ketertutupan penyusunan RUU ini menimbulkan
teka-teki dan menimbulkan kegaduhan karena kekhawatiran
aspirasi pihak yang terdampak tak diakomodasi (22/2/2020). DPR
perlu membuka telinga lebih lebar untuk menerima masukan,
terutama dari pakar dan pegiat reforma agraria.