Page 93 - Berangkat Dari Agraria
P. 93
70 Berangkat dari Agraria:
Dinamika Gerakan, Pengetahuan dan Kebijakan Agraria Nasional
yang disusun dalam perencanaan pembangunan kerap meleset dari
konsepsi idealnya. Arahan Presiden mesti diterjemahkan dengan
teliti dalam program dan kegiatan di berbagai K/L.
Ketiga, kelembagaan reforma agraria belum efektif dalam
mengeksekusi kegiatan reforma agraria. Merujuk Perpres No
86/2018, Tim Reforma Agraria yang diketuai Menko Perekonomian
sebagai ketua pengarah nampak tersendat. GTRA yang dipimpin
Menteri ATR/Kepala BPN bersama Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala
BPN masih fokus pada pengembangan konsep kebijakan dan minim
eksekusi praksis di lapangan.
Keempat, peran pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/
kota) belum terkonsolidasi dalam program reforma agraria antara
pemerintah pusat dan daerah. Reforma agraria pada akhirnya
dilaksanakan di wilayah desa/kelurahan di kabupaten/kota, di mana
tanah obyek reforma agraria dan subyeknya berada. Peran bupati/
walikota sangat amat vital. Keragaman warna politik para gubernur
dan bupati/walikota tantangan tersendiri yang penting dikelola.
Kelima, partisipasi dan emansipasi masyarakat dalam reforma
agraria juga jadi isu krusial. Tanpa keterlibatan aktif masyarakat,
reforma agraria terancam salah sasaran atau keliru target. Rakyat
merupakan subyek yang harus menerima manfaat dari reforma
agraria. Karenanya peran petani, nelayan, buruh, masyarakat adat,
warga miskin di desa baik laki-laki maupun perempuan harus
dioptimalkan dalam GTRA di semua level.
Proyeksi
Setelah mencermati tantangan di atas, dapat disusun proyeksi
masa depan reforma agraria yang dinaungi UUPA. Ketika reforma
agraria menjadi komitmen politik Presiden, dan sudah ada regulasi
serta kelembagaan pelaksananya maka lebih lanjut diperlukan upaya
melaksanakan konsep dan kebijakan ke dalam praktik.
Dalam praktiknya, reforma agraria membutuhkan kolaborasi
yang apik pemerintah dengan gerakan sosial. Sambil memproses
penguatan kebijakan, model kolaborasi seperti Tim Percepatan