Page 107 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 107
Mochammad Tauchid
menurut lamanya waktu kasep. Uang ganti kerugian itu
tidak seimbang dengan kegagalan yang diderita karena ke-
kasépan pemberian tanah kembali. Dalam praktiknya,
pabrik boleh kasep dan hanya dikenakan kewajiban mem-
bayar ganti rugi berupa uang, tetapi sebaliknya rakyat tidak
boleh (tidak boleh, tidak berani) kasep, tidak dapat menye-
rahkan lewat dari waktunya. Tidak jarang terjadi petani ter-
paksa membongkar tanamannya yang masih muda karena
harus segera menyerahkan tanahnya kepada onderneming.
Untuk menghindari hal semacam ini, terpaksa harus memi-
lih tanaman yang pendek umurnya, yang dapat lekas meme-
tik hasilnya. Menjadi kebiasaan di Yogyakarta petani mena-
nam jagung di sawahnya, hanya sekedar mengharapkan
dapat mengambil daun dan batangnya untuk dijual sebagai
makanan ternak dan buahnya yang muda untuk sayur kare-
na dikejar waktu, tidak dapat mengharapkan akan mendapat
jagung yang tua untuk persediaan makanan.
Cultuurplan untuk tanaman rakyat di tanah konversi itu
ditentukan oleh onderneming, yang menentukan macam
tanaman yang harus ditanam di masing-masing tanah
garapan rakyat. Ditetapkan waktunya, untuk mengatur wak-
tu bagi keperluan penanaman onderneming, supaya jangan
sampai rakyat kasep menyerahkan tanahnya kepada pabrik.
c. Larangan menanam (beplantingsverbod) atas beberapa
macam tanaman, di antaranya tebu, cabé, dan tembakau.
Larangan ini berlaku di tempat-tempat tertentu karena tana-
man itu dianggap mengganggu kebaikan tanaman onder-
neming. Terlihat jelas bahwa rakyat tidak merdeka lagi
untuk menanami sawahnya sendiri dengan tanaman yang
agaknya lebih menguntungkan dan menghasilkan lebih baik.
86