Page 138 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 138

Masalah Agraria di Indonesia

                dengan kekuasaan menghukum terhadap kuli. Ordonansi kuli
                dengan poenale sanctienya itu sebagai pengesahan perbu-
                dakan, di mana kuli-kuli tidak lain diperlakukan sebagai budak
                belian.
                    Cerita penghidupan “kuli kontrak Deli” merupakan cerita
                sedih dan dahsyat yang cukup membuat bulu roma berdiri.
                Poenale Sanctie yang terkenal itu kemudian menggoncangkan
                masyarakat, baik di Indonesia maupun di negeri Belanda.
                    Ordonansi kuli dengan poenale sanctie-nya dikatakan
                untuk perbaikan kedudukan kuli-kuli, mengenai jam bekerja,
                waktu istirahat, pengembalian ke tanah asalnya, namun diper-
                gunakan sewenang-wenang oleh pihak onderneming. Kuli-kuli
                itu diperlakukan sebagai budak belian. Perbaikan yang lebih
                dengan adanya kemerdekaan bagi kuli-kuli selalu mendapat
                tantangan dari pihak onderneming yang merasa terancam
                kedudukan dan keselamatannya dengan kemerdekaan kuli-
                kuli. Pada tahun 1889 diadakan perubahan atas beberapa pera-
                turan dalam Ordonansi Kuli, di mana ditetapkan bahwa kuli-
                kuli dari Jawa tidak diharuskan mengikat kontrak menurut
                ordonansi kuli-kuli. Mulai diusahakan bagaimana jalannya
                supaya tetap mendapat tenaga kuli yang cukup dengan tidak
                memakai kontrak perbudakan yang kurang baik namanya itu.
                Usaha yang dijalankan di antaranya menganjurkan kuli-kuli
                membawa keluarganya dari Jawa. Dengan begini maksudnya
                agar kuli-kuli betah menetap dan tinggal untuk selama-lama-
                nya di daerah onderneming untuk bekerja padanya.
                    Untuk pengawasan diangkat Inspektur Pangawasan Kerja
                (Arbeidsinspecteur) di Medan dan dua Adjunct Inspecteur di
                Tebingtinggi dan Binjai. Namun dengan tenaga-tenaga penga-
                wasan ini belum juga dicapai maksud untuk mengawasi dan

                                                                   117
   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143