Page 146 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 146
Masalah Agraria di Indonesia
yang tertutup supaya mereka tidak dapat lari. Setelah mereka
disuruh (dipaksa) menandatangani kontrak, barulah tahu
bahwa mereka terjebak dan akan menjadi mangsa tengkulak
pedagang kuli. Tapi apa boleh buat, ibarat ikan sudah masuk
lukah (perangkap). Tidak dapat lagi melepaskan diri, menyerah
kepada takdir, dari orang yang biasanya sehari-harinya beker-
ja dengan merdeka, jadilah mereka kuli kontrak dan budak
belian yang dijual oleh pedagang manusia. Perdagangan “bu-
dak belian” berjalan pada abad ke 20. Budak belian gelap yang
diketahui oleh Pemerintah.
Sejak tahun 1896 Pemerintah Hindia Belanda ikut campur
dalam usaha pencarian kuli. Kepada pegawai diinstruksikan
untuk turut mengawasi pengangkutan orang-orang ke pela-
buhan. Tetapi pekerjaan ini tidak membawa perubahan apa-
apa, karena tidak jarang pegawai mendapat suap dari pedagang
kuli. Jual beli kuli ini berlaku sampai tahun 1909. Selanjutnya
diatur agar “emigran” (orang-orang pindahan) itu berhu-
bungan dengan pihak pemerintah. Kontraknya dibuat di muka
Komisaris Pemikat (Wervings Commissaris) sebelum mereka
berangkat berlayar. Peraturan–peraturan itu ternyata masih
lemah sekali untuk dapat memberantas jual beli kuli. Penggu-
naan tipuan dan bujukan masih terus berlaku seperti yang
sudah-sudah.
Kaum onderneming akhirnya berusaha mendapatkan kuli
sendiri. Lalu pada tahun 1912 Deli Planters Vereeniging men-
dirikan Kantor sendiri di beberapa tempat di Jawa yang bebe-
rapa tahun kemudian mendirikan Kantor yang dinamakan
Algemeen Delisch Emigratie Kantoor (ADEK).
ADEK ini menugaskan orang-orang untuk masuk ke desa-
desa mencari para petani untuk dijadikan calon kuli. Dia men-
125