Page 110 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 110

Desa Ngandagan dan Inisiatif Land Reform Lokal di Era Kepemimpinan Lurah . . .


             di bawah otoritas desa yang digunakan untuk redistribusi
             sumberdaya di desa. Namun, bukan saja Soemotirto
             menghapuskan pola hubungan feodalistik semacam itu, ia
             lebih jauh juga sampai pada satu langkah yang lebih radikal
             lagi, yaitu menghapuskan hubungan perburuhan dan
             penyakapan dalam bentuk apapun juga dalam penggarapan
             lahan sawah.
                 Setelah Soemotirto memastikan bahwa semua warga
             Ngandagan memiliki akses atas tanah garapan, baik berupa
             tanah kulian maupun buruhan, ia kemudian memerintahkan
             mereka untuk mengerjakan sawahnya sendiri dan pada saat
             yang sama melarang keras pelepasan sawah itu kepada pihak
             lain, baik melalui transaksi jual beli maupun gadai. Selain
             itu, yang lebih radikal adalah larangannya atas penggarapan
             sawah dengan cara diupahkan atau disakapkan kepada pihak
             lain. Entah disadari oleh Soemotirto sendiri maupun tidak,
             tindakannya ini secara nyata telah mewujudkan prinsip
             “tanah hanya untuk mereka yang benar-benar mengerjakan
             dan mengusahakannya secara aktif” (land for the tillers);
             suatu prinsip yang menjadi slogan dari agenda reforma
                                                       30
             agraria di banyak negara pasca Perang Dunia II.
                 Kebijakan Soemotirto ini bukannya tanpa penentangan.
             Seperti halnya dalam kontroversi sebelumnya, aksi
             penentangan paling gigih berasal dari Soeharsono yang

             30. Presiden Soekarno misalnya, terkenal dengan salah satu ungkapan
                dalam pidatonya yang menyatakan: “Tanah tidak untuk mereka
                yang dengan duduk ongkang-ongkang menjadi gemuk-gendut
                karena menghisap keringatnya orang-orang yang disuruh menggarap
                tanah itu!” Kutipan ini berasal dari Pidato Bung Karno, “Jalannya
                Revolusi Kita,” 17 Agustus 1960.

                                                              81
   105   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115