Page 112 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 112

Desa Ngandagan dan Inisiatif Land Reform Lokal di Era Kepemimpinan Lurah . . .


             di sawah petani A. Salah seorang informan menggambarkan
             mekanisme ini sebagai berikut:

                   “Dulu tidak ada tanam padi itu dibayar. Kalau
                   orang tanam padi dibayar uang, itu sekarang.
                   Kalau dulu tidak. Karena dulu semua orang
                   mendapatkan sawah, paling sedikit 45 ubin. Jadi,
                   orang tanam padi secara bergiliran. Sekarang di
                   sawahnya si A, kemudian B, C dan D .... Yang macul
                   [untuk penyiapan lahan] adalah lelaki sedangkan
                   yang tandur perempuan. Jadi tanpa uang, tetapi
                   bergantian; atau istilahnya, grojogan.” 31

                 Seperti ditunjukkan kutipan di atas, perhitungan
             pertukaran tenaga ini jauh lebih rumit karena praktik tukar
             menukar tenaga tersebut dilakukan secara berkelompok dan
             bukan hanya melibatkan dua orang saja. Selain itu, kerumitan
             juga timbul karena luasan sawah yang dimiliki anggota
             kelompok berlainan sehingga menimbulkan ketimpangan
             jumlah hari kerja antara petani yang bertanah luas dengan
             petani gurem. Di sinilah muncul masalah mengenai nilai
             pertukaran tenaga yang dapat memenuhi rasa keadilan
             semua anggota. Cara yang diperkenalkan Soemotirto untuk
             mengatasi kesulitan terakhir ini adalah dengan memasukkan
             lahan kering ke dalam skema pertukaran tenaga ini. Dengan
             demikian, petani yang berlahan sawah luas diharuskan
             membayar hutang hari kerja kepada petani berlahan sawah
             sempit dengan cara membantunya membuka ladang di lahan
             kering (Wiradi 2009b: 171-172). Hal ini akan dijelaskan
             lebih lanjut pada poin 5 di bawah ini.


             31. Wawancara dengan Soekatmo, tanggal 5 Juni 2010.

                                                              83
   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117