Page 162 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 162

Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing  139


              WNI  kepada orang asing,  misalnya dengan  sistem  kedok/pinjam
              nama (penyelundupan hukum), karena  tidak  ada kontrol  dari
              pemerintah.
                  Sejarah aturan pengasingan tanah pada masa kolonial terulang
              kembali, yaitu bahwa dalam praktiknya aturan larangan pemindahan
              tanah hak milik kepada  orang  asing,  tidak berlaku bagi  tanah
              pekarangan (perkotaan).  Padahal semangat Permendagri No. Sk.59/
                                    18
              DDA/1970 yang ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal
              Agraria Departemen Dalam Negeri  No. BA. 1l/38/70  tertanggal
              7 Nopember  1970  perihal  Permendagri  No.Sk.  59/DDA1/1970
              menyatakan  bahwa  perizinan  pemindahan  hak  masih  diperlukan
              tidak hanya atas pertimbangan yuridis, melainkan terkait segi-segi
              politis, yaitu menyangkut orang-orang asing.

                  Kebijakan  awal  pemerintahan Orde Baru seperti  tercermin
              dalam Pasal  1 ayat  (2)  Permendagri No. Sk.59/DDA/1970,  bahwa
              peralihan hak atas tanah yang  harus dimintakan  izin adalah: (1)
              Tanah pertanian dan HGU dalam  kerangka menjamin ketersediaan
              tanah  bagi peningkatan   produksi pangan dan  hasil  per-kebunan
              yang bernilai  ekspor  dan khusus  untuk HGU  untuk menjamin
              bonafiditas    pinerima  tanah  dalam  menjalankan    kegiatan  usaha

              perkebunan; (2) peralihan  HGB dan Hak Pakai atas tanah bangunan
              kepada badan hukum  dalam  kerangka menjamin bahwa tanahnya
              memang  sungguh-sungguh  digunakan  untuk  men-dukung
              pelaksanaan  kegiatan  usaha seperti industri dan  perumahan; (3)
              Peralihan Hak Milik atas   tanah  bangunan  serta HGB dan Hak
              pakai yang diperoleh  dari Negara kepada  perorangan jika penerima
              peralihan    tersebut  sudah  mempunyai 5  (lima)  bidang  tanah

              bangunan  atau pekarangan. Hal ini dimaksudkan  untuk mencegah
              terjadinya  penguasaan  tanah secara spekulatif  yang menyebabkan




              18  Sudargo Gautama, Hukum Agraria..., Op. Cit.,  hlm. 79.
   157   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167