Page 184 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 184
Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing 161
mengikat sebagai perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) bagi para
pihak, demikian diatur dalam Pasal 42 ayat (1) dan (2) UU Rumah
Susun. Pasal 43-nya menegaskan bahwa proses jual beli rumah
susun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan
melalui PPJB yang dibuat di hadapan Notaris.
Berdasarkan dua undang-undang tersebut di atas, maka PPJB
telah mendapatkan tempat dan bentuknya yang kuat dalam sistem
hukum Indonesia. Sebelum adanya undang-undang itu, PPJB
didasarkan pada asas kebebasan berkontrak Pasal 1338 KUHPerdata,
dan sudah banyak dipraktikan dalam lalu lintas ekonomi terutama
dalam pembangunan perumahan. Kemudian Instruksi Mendagri
No 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak,
mengatur bahwa kuasa mutlak memindahkan hak atas tanah
dilarang, kecuali: pertama, penggunaan kuasa dalam jual beli yang
aktanya dibuat di hadapan PPAT; kedua, penggunaan kuasa mutlak
sebagai dicantumkan dalam Perjanjian Ikatan Jual Beli yang aktanya
dibuat oleh seorang Notaris; ketiga, kuasa dalam Pembebanan
Hipotek (sekarang Hak Tanggungan). Demikian, PPJB juga
mendapat pengaturan dalam sistem hukum tanah nasional dengan
istilah Perjanjian Ikatan Jual Beli sesuai Instruksi Mendagri No 14
Tahun 1982.
Terdapat banyak kritik terhadap praktik jual beli perumahan
yang belum selesai dibangun karena bertentangan dengan Pasal l8
UU No.12 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Pasal 26 ayat (1) UU
No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, serta Pasal 5
ayat (7) dan (9) Permendagri No. 5 Tahun 1974. Peraturan-peraturan
tersebut menentukan bahwa penjualan tanah berikut bangunan
rumahnya hanya boleh dilakukan ketika objek tersebut sudah
terbangun dan nyata-nyata ada.
Ketentuan dalam pasal-pasal di atas dapat diperhatikan, sebagai
berikut: