Page 190 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 190
Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing 167
karena hal ini akan semakin mempersukar kehidupan rakyat miskin,
sebaliknya semakin menguntungkan golongan pemodal. Regulasi
yang mengarah mengkomoditaskan tanah jelas tampak dengan
lahirnya UUPP dan UURS yang baru. Dua undang-undang ini
bertolak belakang dengan Pasal 18 UU No.12 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun, Pasal 26 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman, dan Pasal 5 ayat (9) Permendagri
No. 5 Tahun 1974. Seolah-olah UUPP dan UURS yang baru ingin
menegasikan atau mengabaikan pendapat Gunawan Wiradi, Boedi
Harsono, Herman Soesangobeng bahkan pendirian Muhammad
Hatta sebagai “bapak Bangsa Indonesia”.
Dua undang-undang sektoral tersebut jelas bertentangan
dengan semangat UUPA dan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 45 yaitu
“...bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai negara untuk digunakan sebesar-besar
kemakmuran rakyat...”. Oleh karena itu, merupakan tugas negara
untuk melindungi hak-hak rakyat atas tanah dan memberikan akses
yang adil atas sumber daya agraria termasuk tanah, yang seharusnya
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai
perwujudan tujuan negara hukum kesejahteraan.
Menurut UUPP, PPJB dapat dilakukan terhadap konsumen,
jika pengembang telah memenuhi syarat adanya kepastian atas: a)
status pemilikan tanah; b) hal yang diperjanjikan; c) kepemilikan
izin mendirikan bangunan induk; d) ketersediaan prasarana, sarana,
dan utilitas umum; dan e) keterbangunan perumahan paling sedikit
20% (dua puluh persen). Maksud dari kata “hal yang diperjanjikan”
adalah kondisi rumah yang dibangun dan dijual kepada konsumen,
yang dipasarkan melalui media promosi, meliputi lokasi rumah,
kondisi tanah/kaveling, bentuk rumah, spesifikasi bangunan, harga
komersial yang harus dibeli dan dijual dalam ekonomi pasar dengan
pengembalian keuangan sebagai pertimbangan utama.

